Pemerintah Perlu Pertimbangkan Penggunaan Batu Bara untuk Jangka Panjang dan Pendek

Pemerintah Perlu Pertimbangkan Penggunaan Batu Bara untuk Jangka Panjang dan Pendek
Ilustrasi - Hasil tambang batu bara. Foto: Antara

Selain karena batu bara mempunyai peran penting, biaya transisi energi dengan memanfaatkan Energi Baru Terbarukan sangat besar.

Menurut Ezra, pemerintah perlu mempertimbangkan program jangka pendek dan panjang untuk penggunaan batu bara di PLTU secara bersih sambil mempertimbangkan pembiayaan EBTKE secara bertahap.

“Jadi konsepnya clean coal. Kalau bisa pemerintah bisa pertimbangkan hal ini jadi yang dikurangi emisinya. Jadi jangan sampai memberatkan keuangan negara juga jangan terlalu cepat transisi sehingga apa yang kita punya bisa dipakai secara maksimal,” kata Ezra.

Direktur Pembinaan Pengusahaan Batu Bara Ditjen Minerba Kementerian ESDM Lana Sari mengakui peranan batu bara makin penting karena pemanfaatan energi terbarukan di masa transisi energi saat ini baru sekitar 2% dari potensi yang ada.

“Batu bara saat ini masih dominan 42,4%, diikuti BBM 31,4% dan gas serta NRE. Jadi masih menjadi sumber energi utama, karena potensi batu bara masih sangat besar dibanding sumber energi lainnya,” ungkap Lana.

Pada 2023, target produksi batu bara nasional mencapai 694,5 juta ton. Produksi tersebut ditujukan untuk DMO 176,8 juta ton dan ekspor 517,7 juta ton.

“Untuk produksi sampai November mencapai 710,75  juta ton batu bara. Dengan asumsi produksi rata-rata per bulan 64,6 juta ton, hingga akhir tahun diproyeksi sebesar 775,17 juta ton atau 111% dari target 2023,” kata Lana.

Tak hanya sebagai penopang sumber energi nasional, kontribusi batu bara bagi penerimaan negara juga cukup besar.

Saat ini tantangan dalam transisi energi menuju pemanfaatan energi baru terbarukan adalah biaya yang dibutuhkan sangat besar, mencapai Rp3.500 triliun.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News