Pengamat: Alihkan Subsidi BBM untuk Pekerja yang Kena PHK

Pengamat: Alihkan Subsidi BBM untuk Pekerja yang Kena PHK
Stok BBM yang disiapkan Pertamina. Foto: dok Pertamina

Dengan demikian, kata Mamit, dampak dari energi murah adalah keberlangsungan EBT (energi baru terbarukan) yang akan sedikit tertunda.

Ketika energi fosil lebih murah dari EBT maka, akan lebih memilih energi fosil tersebut. Akibatnya target bauran energi 23% pada 2025 sulit untuk tercapai.

"Padahal kita punya potensi EBT yang bisa dimaksimalkan. Belum lagi jika energi murah tersebut hasil subdisi maka dampaknya terhadap APBN kita akan semakin jelas. Hampir setiap tahun subsidi APBN kita bisa dikatakan jebol," ujar Mamit.

Walaupun melebihi kouta, lanjutnya, maka yang akan menanggung adalah badan usaha dalam hal ini Pertamina. Ini juga menjadi beban bagi Pertamina jika terus di subsidi. Masyarakat akan semakin dinina bobokan dengan subsidi ini.

"Tanpa adannya konversi energi, kita dengan produksi migas hanya 750.000 barrel of oil per day (BOPD) sedangkan konsumsi BBM kita sampai 1.5 juta BOPD maka kita akan lebih banyak mengimpor baik produk maupun minyak mentah. Dampaknya adalah CAD akan semakin melebar impor migas ini. Rupiah sulit bergerak naik karena kebutuhan dollar yang semakin besar," jelas Mamit.

Sementara, terkait kondisi harga minyak dunia yang terus mengalami kenaikan, Mamit mengira patut menjadi perhatian bersama.

Dia memperkirakan harga minyak dunia akan terus mengalami kenaikan, mengingat sudah banyak negara melonggarkan kebijakan lockdown mereka.

"Dengan demikian permintaan akan BBM akan mengalami kenaikan, sedangkan di sisi lain OPEC+ masih komitmen untuk memotong produksi mereka sampai Juni ini sebanyak 9.7 juta BOPD. Dilanjutkan bulan berikutnya 7.7 juta BOPD sampai akhir tahun," kata Mamit.

Langkah pemerintah tidak menurunkan harga BBM di tengah kenaikan harga minyak dunia dinilai sudah tepat.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News