Pengamat Nilai Pemerintah Sudah Lakukan Swasembada Pangan

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat pertanian dari Universitas Hasanuddin (Unhas) Yunus Musa menilai ada cara pandang yang kurang tepat mengenai antara hakikat swasembada dan impor pangan.
Yunus mengatakan, situasi menjadi lebih runyam karena makna swasembada dan impor pangan dipolitisasi guna kepentingan tertentu.
"Kalau dipelintir persepsinya tentang swasembada dan impor pangan, kasihan petani. Petani pikir produksi cukup tetapi, kok, masih impor. Kan pengaruh ke harga," ujar Yunus, Senin (18/2).
Menurut Yunus, swasembada dan impor pangan memiki karakter yang sama tetapi beda. Dengan demikian, ketika masih mengimpor, tidak bisa dianggap belum swasembada.
Yunus menjelaskan, swasembada pangan lebih menyasar kinerja pertanian untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat melalui peningkatan produksi.
Sementara itu, impor pangan adalah upaya menstabilisasi harga agar tersedia cadangan komoditas serta distribusi yang cepat untuk kebutuhan tertentu karena kondisi mendesak.
"Di situlah impor, ada syaratnya. Banyak negara maju sudah swasembada pangan tetapi sewaktu-waktu juga impor," kata Yunus.
Mengenai kondisi pertanian Indonesia saat ini, Yunus berpendapat, pemerintah Indonesia telah optimal menekan impor pangan serendah mungkin. Bahkan, beberapa komoditas pertanian berani ekspor.
Pengamat pertanian dari Universitas Hasanuddin (Unhas) Yunus Musa menilai ada cara pandang yang kurang tepat mengenai antara hakikat swasembada dan impor pangan
- Cetak Rekor, Serapan Beras Bulog Capai 1,3 Juta Ton Sepanjang April 2025
- David Herson Optimistis Target Swasembada Pangan di Era Presiden Prabowo Akan Tercapai
- Ini Upaya Bea Cukai Perkuat Kolaborasi dengan Perusahaan Berstatus AEO di 2 Daerah Ini
- Membership PastiCuan Tawarkan Harga Impor Termurah dan Bonus Spektakuler
- Irwan Fecho Bicara Pembangunan Berkelanjutan di Rakernas IKA SKMA 2025
- Serapan BULOG Jatim Tembus 300 Ribu Ton Setara Beras, Tertinggi dalam 10 Tahun Terakhir