Penurunan Tarif Interkoneksi Dukung Persaingan Sehat

Penurunan Tarif Interkoneksi Dukung Persaingan Sehat
Rudiantara. Foto: JPNN

Dengan verifikator independen tersebut, lanjut Benyamin, diharapkan besaran nilai interkoneksi dapat diterima oleh semua pihak.

Hal ini penting mengingat desain tarif interkoneksi masih belum berujung titik temu antar pelaku bisnis telekomunikasi.

Sementara itu, pengamat telekomunikasi , Bambang P Adiwiyoto, dalam seminar yang digelar Indonesia Technology Forum (ITF) menyatakan, sejak beberapa tahun lalu dasar yang digunakan oleh regulasi dalam menghitung interkoneksi adalah long run incremental cost (LRIC).

“Dengan metode ini seharusnya dilakukan penghitungan ulang biaya interkoneksi dengan berpegang pada dasar tarif operator yang paling efisien,” paparnya.

Artinya, konsumen bisa menggugat kalau dasar yang digunakan dalam mengambil kebijakan tarif interkoneksi itu bukan dari hitungan paling efisien.

Bambang juga menjelaskan, sebaiknya tarif interkoneksi tidak menggunakan batas bawah, tetapi menggunakan batas atas. Penurunan tarif interkoneksi nantinya akan membuat trafik atau lalu lintas telepon meningkat.

Artinya, pendapatan operator tidak akan terlalu tergerus dengan penurunan tarif interkoneksi.

Sebagaimana diketahui, industri telekomunikasi selular yang kuat tentu membutuhkan iklim usaha yang kompetitif karena berhubungan dengan hajat hidup masyarakat.

Kebijakan penurunan tarif interkoneksi merupakan salah satu upaya mendukung persaingan sehat di industri telekomunikasi di Indonesia.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News