Pesan Ketua MPR soal Hari Kesaktian Pancasila dan Tragedi G30S/PKI

jpnn.com, JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengatakan peringatan Hari Kesaktian Pancasila setiap 1 Oktober sesuai Keputusan Presiden Nomor 153/Tahun 1967, tidak boleh dimaknai sekadar upacara seremonial. Namun momentum ini harus menjadi pembangkit semangat untuk semakin meneguhkan Pancasila sebagai ideologi bangsa.
"Lahirnya momentum Hari Kesaktian Pancasila tak lepas dari tragedi G30S/PKI. Enam jenderal dan satu perwira dibunuh secara keji dan dibuang ke dalam sumur sedalam 12 meter di kawasan Lubang Buaya," ucap Bamsoet usai membacakan Teks Pancasila dalam upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila di Jakarta, Kamis (1/10).
Para jenderal dan perwira yang menjadi korban dalam tragedi keji itu yakni Jenderal Ahmad Yani, Mayjen R Soeprapto, Mayjen MT Haryono, Mayjen S. Parman, Brigjen D.I. Panjaitan, Brigjen Sutoyo Siswomiharjo, dan Lettu Pierre Andreas Tendean.
"Gerakan tersebut pada akhirnya berhasil diredam. Pancasila membuktikan keberadaannya sebagai ideologi menyatukan, sehingga kemudian setiap 1 Oktober diperingati sebagai Hari Kesaktian Pancasila," lanjut Bamsoet.
Hadir ketika itu Presiden Joko Widodo yang bertindak sebagai inspektur upacara, Ketua DPR RI Puan Maharani sebagai pembaca dan penandatangan ikrar Pancasila, Ketua DPD RI La Nyalla Mattalitti membacakan UUD 1945, dan Menko PMK Muhadjir Effendy sebagai pembaca doa.
Dalam upacara yang juga dihadiri Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin, Panglima TNI Marsekal TNI AU Hadi Tjahjanto dan Jenderal Pol Idham Azis, Bamsoet mengatakan bahwa tragedi G30S/PKI tidak berhasil mengganti Pancasila dengan Marxisme, Leninisme, maupun Maoisme. Pancasila tetap teguh, tak hanya sebagai ideologi bangsa melainkan juga sebagai sumber kekuatan moril dan spiritual bangsa.
Sebagai tindak lanjut dari peristiwa itu, MPR RI mengeluarkan Ketetapan MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang pembubaran dan pernyataan PKI sebagai organisasi terlarang, serta pelarangan penyebaran paham komunisme/Marxisme-Leninisme.
"Hingga kini TAP MPRS tersebut masih berlaku dan menjadi pegangan kuat bagi bangsa Indonesia dalam melindungi jati dirinya," tegas ketua ke-20 DPR dan waketum Pemuda Pancasila ini.
Menganggap diri paling Pancasilais sementara yang lain tidak merupakan tindakan yang tak dibenarkan.
- Bertemu Rektor Univesiti Malaya, Ibas: Pentingnya Sinergi Akademik Lintas Bangsa
- Peringati Hardiknas, Waka MPR Dorong Kebijakan Penyediaan Layanan Pendidikan berkualitas
- Kuliah Umum di Universiti Malaya, Ibas Bahas Geopolitik, Geoekonomi dan Kekuatan ASEAN
- Ibas Tegaskan Indonesia dan Malaysia Tak Hanya Tetangga, Tetapi..
- Waka MPR Sebut Kehadiran Prabowo Saat May Day Wujud Komitmen Keberpihakan Kepada Buruh
- Lestari Moerdijat: Jadikan Momentum Hari Buruh untuk Mempercepat Lahirnya UU PPRT