Politikus Tolak Yoris Raweyai jadi Fasilitator Lembaga Adat dengan Freeport

Politikus Tolak Yoris Raweyai jadi Fasilitator Lembaga Adat dengan Freeport
Sejumlah politikus berkumpul di kantor DPRD Mimika, menolak penunjukan Yoris Raweyai sebagai fasilitator adat. Foto: Linda/Radar Timika.

jpnn.com, MIMIKA - Sejumlah politikus di Mimika Papua menolak Surat Keputusan (SK) Bupati Mimika tentang pengangkatan Yoris Raweyai sebagai fasilitator renegosiasi kompensasi atas tanah adat, hutan dan hak ulayat masyarakat Amungme dan Kamoro dengan PT Freeport Indonesia.

Penolakan tersebut disampaikan karena dinilai telah menyalahi kewenangan bupati serta telah melanggar adat istiadat masyarakat yang mendiami wilayah Mimika, yakni Suku Amungme dan Kamoro.

Ketua DPC Hanura Mimika, Saleh Alhamid mengatakan, surat yang dikeluarkan oleh Bupati Mimika terkait penunjukan Yoris Raweyai sebagai fasilitator dinilai salah, pasalnya surat keputusan yang dikeluarkan oleh Bupati merupakan penunjukan kepada orang pribadi untuk menjadi fasilitator menggunakan APBD Mimika. Dan ini menjadi salah satu bukti kekeliruan yang dilakukan.

Dia bersama sejumlah politikus lainnya di antaranya adalah Markus Timang, yang mewakili masyarakat Amungme dan Nurman S Karupukaro yang mewakili masyarakat Kamoro menyatakan hal tersebut menjadi bukti untuk diteruskan kepada pihak KPK.

"Surat keputusan Bupati Nomor 16 tanggal 20 Februari Tahun 2017 yang menunjuk seseorang yakni Yoris untuk mengurus masalah hak ulayat atau tanah masyarakat Amungme dan Kamoro dengan PT Freeport Indonesia, dan dibebankan lewat APBD," kata Saleh seperti dikutip dari Radar Timika.

Menurutunya, hal tersebut mengindikasikan bahwa Pemkab Mimika dalam hal ini Bupati, mendorong penetapan APBD Mimika menggunakan Perbup agar tidak diawasi oleh Dewan. Dengan demikian anggaran yang ditetapkan tersebut dipergunakan untuk pembiayaan kegiatan-kegiatan, sesuai dengan pernyataan yang tertera di poin 3 SK tersebut bahwa semua biayayang timbul akan dibebankan ke APBD. "Kemungkinan besar APBD menggunakan Perbup untuk membayar hal-hal yang seperti begini," jelasnya.

Dengan demikian, apa yang dilakukan oleh bupati telah menyalahi kewenangannya selaku pimpinan daerah, serta telah melanggar adat istiadat masyarakat Amungme dan Kamoro. “Seharusnya sebelum mengeluarkan surat penunjukan kepada Yoris, sebaiknya bupati berkoordinasi dengan kedua lembaga adat terkait pengangkatan Yoris sebagai fasilitator untuk mengurusi masalah hak ulayat kedua suku,” kata Saleh.

"Di sini kan ada dua lembaga adat yang menyelesaikan tanah adat istiadat. Mereka harusnya ada koordinasi dengan kedua lembaga adat untuk mengangkat seorang Yoris Raweyai untuk mengurus masalah hak ulayat," sambungnya.

Sejumlah politikus di Mimika Papua menolak Surat Keputusan (SK) Bupati Mimika tentang pengangkatan Yoris Raweyai sebagai fasilitator renegosiasi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News