Presiden Rawan Dimakzulkan jika Syaratnya Tak Berat
jpnn.com, SEMARANG - Pengamat politik dari Universitas Diponegoro Semarang Teguh Yuwono berbicara tentang proses pemakzulan presiden atau wakil presiden di Indonesia.
Menurutnya, syarat pemakzulan cukup berat sebagaimana diatur dalam Pasal 7A UUD 1945.
"Kalau proses politik pemakzulan karena dinilai ingkar janji dan dinilai macam-macam, nah, itu pertanyaannya yang menilai siapa? Terus yang bisa mengatakan ingkar janji itu siapa,"ujar Teguh Yuwono di Semarang, Senin (5/7).
Menurut Teguh Yuwono, jika pemakzulan berbasis pada kesalahan politik ada proses politiknya.
Namun, jika Presiden atau wakil presiden tertangkap basah karena korupsi, tidak perlu mekanisme politik terlalu panjang.
"Itu bisa diberhentikan sementara sampai proses pengadilan selesai," ujar Teguh.
Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Undip Semarang ini melanjutkan, ada mekanisme politik yang panjang dalam proses pemakzulan.
"Kan ada hak penyelidikan di DPR, ada hak bertanya, dan sebagainya. Jadi, mekanisme pemakzulan tidak sesederhana yang dibayangkan," ucapnya.
Pengamat politik menyebut presiden rawan dimakzulkan karena ketidakpuasan kelompok tertentu, jika prosesnya gampang dilakukan.
- Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid Minta Definisi Keluarga di RUU KIA Dilengkapi
- Syarat Jumlah Kursi Terpenuhi, DPR Dapat Usulkan Hak Angket Pemakzulan Presiden Jokowi
- Catatan Ketua MPR: Kuasa Rakyat Memilih dan Menyerahkan Mandat
- PBHI Sebut Konsolidasi Mahasiswa Jakarta soal Pemakzulan Presiden Direpresi, Begini Kejadiannya
- Anies Ingatkan Kekayaan Alam untuk Kemakmuran Rakyat, bukan Segelintir Orang
- Ketum GMNI Menolak Gerakan Pemakzulan Presiden Jokowi