Ramadan Momentum Saling Bertoleransi Antarumat Beragama

Ramadan Momentum Saling Bertoleransi Antarumat Beragama
Alissa Wahid. Foto: Istimewa for JPNN

Wanita yang telah menyelasaikan studi master bidang psikologi.di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta ini tidak menampik atas kekhawatiran yang terjadi selama ini terhadap pesan permusuhan yang beredar di media sosial yang semakin menguat.

Bersama para murid-murid Gusdurian yang tersebar di berbagai daerah dirinya bermitra dengan International NGO Forum on Indonesian Development (Infid) untuk melakukan penelitian terhadap masalah intoleransi dan terorisme.

Menurutnya, ada dua hal yang cukup menarik yang muncul dari penelitian tersebut dalam dua kutub. Kutub yang pertama adalah 88 persen anak muda di Indonesia sebenarnya tidak setuju dengan terorisme.

“Tapi  pada saat yang sama, sikap intoleran itu ternyata juga semakin menguat. Jadi walaupun tidak setuju dengan terorisme pada saat ini, tetapi ada sikap-sikap tidak menyukai atau tidak setuju kepada orang-orang yang berbeda agama, berbeda suku,” ujarnya.

Menurutnya, kelompok ekstremis itu menggunakan istilah-istilah yang menyulut kemarahan.

Yang pertama adalah soal bagaimana kelompok agama tertentu itu ditindas dan memandang orang lain menjadi musuh.

“Jadi bahan bakarnya adalah permusuhan, rasa takut dan kebencian. Jadi rasa takut diserang oleh kelompok yang berbeda, kemduian yang kedua yaitu benci. Benci kepada kelompok yang berbeda, lalu yang ketiga permuuhan dan upaya untuk menguasai. Jadi menyerang kelompok yang berbeda,” ujarnya

Melihat hal tersebut, dirinya pun juga memberikan contoh pemikiran dan apa yang telah dilaksanakan oleh Gus Dur yang tidak pernah membeda-bedakan agama masyarakat.

Ramadan harus bisa menjadi sebuah momentum untuk saling bertoleransi dan hormat-menghormati antarumat beragama.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News