Reaksi Eksil Politik Indonesia di Luar Negeri Disebut Bukan Pengkhianat Negara

Reaksi Eksil Politik Indonesia di Luar Negeri Disebut Bukan Pengkhianat Negara
Tom Ilyas sekarang tinggal di Swedia. (Koleksi pribadi.)

"Beberapa penelitian mengatakan ada sekitar seribu warga Indonesia yang paspornya disita setelah peristiwa 1965," katanya kepada ABC Indonesia. 

Ia juga mempertanyakan nasib eksil lainnya yang tidak termasuk 39 eksil yang kini statusnya bukan pengkhianat bangsa.

"Apakah pemerintah Indonesia ingin mendiskriminasi sebagian eksil politik lainnya?"

Ia juga menyayangkan pernyataan Menko Mahfud MD yang tidak akan menghapus Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) Nomor 25 Tahun 1966, tentang pembubaran Partai Komunis Indonesia dan larangan penyebaran ideologi komunisme dan sejenisnya.

Menurutnya pemerintah Indonesia tidak memperhatikan dampak dari ketetapan tersebut terhadap stigma yang melekat pada para eksil politik.

"Beberapa eksil politik yang bisa kembali ke Indonesia kadang masih menghadapi stigma berkenaan dengan komunisme."

"Beberapa di antara mereka bahkan menghadapi penolakan dar keluarga mereka sendiri karena stigma tersebut." 

Bagaimana korban tragedi 1965 di dalam negeri?

Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Wahyudi Djafar mengatakan pernyataan pemerintah baru-baru ini mengenai eksil politik menimbulkan pertanyaan mengenai para korban tragedi 1965 di dalam negeri.

Pernyataan Menko Polhukam Indonesia Mahfud MD yang menyebut 39 eksil di luar negeri terkait peristiwa 1965 bukan pengkhianat negara, mendapat tanggapan dari sejumlah eksil yang kini tinggal di luar negeri

Sumber ABC Indonesia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News