Refleksi Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2021

Oleh: Dr. H. Jazilul Fawaid, S.Q., M.A - Wakil Ketua MPR RI Periode 2019-2024

Refleksi Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2021
Wakil Ketua MPR RI Dr. H. Jazilul Fawaid atau Gus Jazil. Foto: Humas MPR RI

Refleksi terhadap hari lahir Pancasila sejatinya akan menghantarkan bangsa Indonesia pada banyak pembelajaran dan kearifan yang diberikan oleh para pendiri bangsa (founding fathers).

Perumusan Pancasila merupakan langkah visioner yang ditempuh oleh para pendiri bangsa yang peduli akan pentingnya sebuah dasar negara sebagai landasan eksistensi dan dinamika Indonesia pasca kemerdekaan.

Para pendiri bangsa juga menyadari bahwa tantangan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia pasca kemerdekaan akan lebih sulit dan kompleks dari sekedar melepaskan diri dari belenggu penjajahan.

Oleh sebab itu, dibutuhkan sebuah pedoman hidup bagi bangsa dan negara dalam berdinamika ke depan.

Perumusan Pancasila sebagai dasar negara bukan merupakan sebuah proses yang mudah. Ada banyak dialektika dan perdebatan di dalamnya. Masing-masing perumus Pancasila, yakni Soekarno, Yamin, dan Soepomo, memiliki pandangannya masing-masing.

Namun demikian, kearifan dan mekanisme musyawarah yang selalu dikedepankan mampu menuntun para pendiri bangsa tersebut untuk bersepakat bulat dengan merumuskan sila-sila Pancasila seperti yang kita miliki hari ini. Yang menjadi pembelajaran penting dalam proses formulasi tersebut adalah sikap para pendiri bangsa yang mengedepankan dialog dan mencari persamaan ketimbang berdiri di atas perbedaan pandangan dan pendapat masing-masing.

Dalam sekuensi perumusan dasar negara, yakni Mei hingga Agustus 1945, ada pembelajaran penting lainnya yang bisa kita semua renungi. Redaksional sila pertama dalam rumusan dasar negara yang disusun oleh Panitia Sembilan yang lazim disebut sebagai Piagam Jakarta akhirnya dianulir karena hanya merepresentasikan agama tertentu, sedangkan sejatinya bangsa Indonesia adalah bangsa yang plural dan terdiri atas beragam agama dan keyakinan.

Penghapusan tujuh kata dalam Piagam Jakarta dan digantikan menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa” merupakan wujud kompromi anak bangsa yang menghargai keberagaman, mengedepankan persatuan dan kesatuan, serta mengindari perpecahan.

Bangsa Indonesia diajak untuk merenungkan kembali aspek filosofis dan historis dari kelahiran Pancasila sebagai ideologi, dasar negara serta pedoman hidup bangsa Indonesia.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News