Riuh Pilpres di Media Sosial Merosot

Riuh Pilpres di Media Sosial Merosot
Riuh Pilpres di Media Sosial Merosot

Analis politik Digimed, Anton Aliabbas mengatakan jumlah isu kampanye negatif dan kampanye fitnah di media sosial Facebook dan Twitter anjlok secara signifikan sepanjang masa tenang hingga hari pencoblosan jika dibanding pada masa kampanye terbuka (13 Juni-5 Juli). "Fenomena ini terjadi untuk kedua capres peserta pilpres 2014," katanya, Kamis (10/7).

Untuk capres Prabowo yang dikaitkan dengan topik kampanye kotor seperti ‘Nazi’, ‘Pelanggar HAM’, ‘Presiden Fasis’, ‘Prahara’ dan lain-lainnya di Twitter sepanjang periode 6-9 Juli hanya muncul 399 kali.

Menurutnya, jumlah ini menurun drastis dari masa kampanye yang mencapai 3,455 kali. Sementara pemandangan serupa terjadi di media sosial Facebook. Prabowo yang dikaitkan dengan topik kampanye kotor hanya mencapai 3,767 pembicaraan.  "Angka ini turun signifikan dari periode masa kampanye yang mencapai 24,302 pembicaraan," jelasnya.

Kampanye hitam dan fitnah untuk pasangan Prabowo-Hatta di Facebook didominasi isu pelanggar HAM (19 persen), Bowo (14 persen), dan Orba (12 persen). Sementara di Twitter, kampanye negatif dan fitnah dengan persentase tertinggi berturut-turut adalah Orba (18 persen) dan Prahara (16 persen).

Sedangkan capres Jokowi yang dikaitkan dengan topik kampanyehitam seperti ‘Cina’, ‘komunis’, ‘pencitraan’, ‘kristen’ dan lain-lain sepanjang  6-9 Juli hanya muncul  635 kali di Twitter. Jumlah ini turun jika dibandingkan masa kampanye terbuka yang mencapai 3.806.

Sedangkan pada platform media sosial Facebook, angka kampanye kotor yang menyerang Jokowi sebanyak 5.875 pembicaraan. Angka ini berbeda signifikan jika dikomparasi dengan masa kampanye yang mencapai 32.270 pembicaraan

Untuk pasangan Jokowi-JK, isu yang digunakan dalam kampanye hitam dan fitnah pada sosial media Facebook adalah ‘tua’ (25 persen), pencitraan (16 persen) dan Cina (11 persen). Di Twitter, isu yang mendominasi adalah pencitraan (26 persen), komunis (17 persen) dan tua (17 persen).

Dari sebaran angka tersebut, Anton menilai para pendukung capres terlihat tidak terlalu memaksimalkan masa tenang untuk menyerang kompetitor dengan isu yang berpotensi menurunkan elektabilitas.

JAKARTA - Saling klaim antara dua kandidat calon presiden-calon wakil presiden atas hasil pemungutan suara  dalam pemilihan presiden 2014 tidak

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News