RS Al - Irsyad Akan Terus Pertahankan Bangunan Bersejarahnya

RS Al - Irsyad Akan Terus Pertahankan Bangunan Bersejarahnya
Salah satu sudut ruangan di Al Irsyad. FOTO : Jawa Pos

jpnn.com, SURABAYA - RS Al-Irsyad adalah salah satu bangunan bersejarah di Surabaya. Statusnya pun telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya. RS itu terus berkomitmen menjaganya. 

"Rumah sakit itu dulu milik keluarga Baswedan," ungkap Abdullah Baraja, ketua pembina Yayasan RS Al-Irsyad. Abdullah melanjutkan, RS yang kini beralamat di Jalan KH Mansyur 210-214 itu memiliki sejarah yang cukup panjang hingga bisa berdiri sebagai RS seperti sekarang. "Ada perjuangan yang berat dari para pendiri," ujarnya.

Visinya adalah mendirikan RS Islam di kawasan Surabaya Utara. Setelah melalui rapat dan perdebatan panjang, para pendiri -termasuk Hasan Baktir- membeli sebuah rumah di Jalan dr Mansyur No 200-202 pada April 1971. "Rumah itu rumah kuno. Dulunya dipakai oleh Tim KMKB (Kendali Mutu dan Kendali Biaya, Red), tempat tinggal warga, dan perkantoran," ungkapnya. Rehabilitasi pun dilakukan untuk mempercantik tampilan bangunan tersebut.

Di sela-sela rehabilitasi tersebut, pada akhir Agustus 1973, yayasan mendapat tawaran dari ahli waris keluarga Ibu Zaenab Baswedan yang ingin menghibahkan 23 persen rumahnya di Jalan KH Mansyur 210-214 "Yayasan langsung menyetujuinya. Akhirnya, yang semula di dr Mansyur 200-202 dipindahkan ke lokasi itu," ungkapnya. 

Untuk sisa, pada 6 Februari 1975, beberapa saudagar membantu pembelian seluruh gedung di Jalan KH Mansyur tersebut. "Total bantuan itu sekitar Rp 57 juta di masa itu," katanya. Atas bantuan tersebut, pada Desember 1978, terbentuklah RS Al-Irsyad. "Tepatnya pada tanggal 4 Desember," katanya.

Saat pertama dibentuk, lanjut dia, bangunan tersebut awalnya hanya balai kesehatan ibu dan anak (BKIA). BKIA itu hanya digunakan untuk melayani persalinan. "Jadi, belum ada operasi sama sekali," katanya. Namun seiring berjalannya waktu, mulai ada dokter spesialis di RS tersebut. "Itu pun hanya satu ada dokter internis dan alergi," ungkapnya. Meski begitu, perlahan tapi pasti, RS itu menambah beberapa poli. "Terus berlanjut hingga ke masa Pak Syahbidin (direktur ketiga RS Al-Irsyad, Red)," ujarnya.

Dia melanjutkan, gedung itu kemudian ditetapkan sebagai cagar budaya pada 1996. Melalui Surat Keputusan Wali Kota Surabaya Soenarto Soemoprawiro dengan Nomor Registrasi No188.45/251/402.1.04/1996, pihak yayasan tidak diperbolehkan mengubah struktur bangunan RS tersebut. "Nah, yang nggak boleh diubah itu yang di tengah. Sebab, itu masih asli," ujarnya, kemudian menunjukkan bangunan tersebut.

Gedung berarsitektur Spanyol era 1920-an itu, lanjut dia, berbentuk seperti kotak dengan kubah besar di bagian tengah atap. "Dulu bagian kubah itu terbuat dari kaca," ujarnya. Namun, karena pada masa Jepang bahan yang sifatnya reflektor dianggap berbahaya, kubah tersebut diganti dengan bahan kayu. "Untuk menghindari gedung kena tembakan," katanya. Secara keseluruhan, gedung dibangun dari pohon jati yang kukuh. "Lengkap dengan cat yang mengkilap," tambahnya.

Sementara itu, ruang tengah gedung dulu adalah ruang keluarga Baswedan. "Kini jadi ruang tunggu pasien," ungkapnya. Di bagian sisi gedung, lanjut dia, terdapat enam kamar yang dipakai keluarga Baswedan. "Enam kamar itu kini dijadikan sebagai ruangan poli dan farmasi," tambahnya. Dia melanjutkan, meski telah digunakan sebagai layanan kesehatan, pihaknya tetap menjaga kelestarian bangunan kuno tersebut. "Ini warisan pendiri," ujar pria yang genap 82 tahun pada Januari mendatang itu.

Untuk itu, dia menyatakan bahwa konstruksi pengembangan yang harus menyesuaikan dengan bangunan asli sudah harga mati. Jangan sampai menghancurkan bangunan asli yang punya nilai sejarah. "Saya pernah melihat di Aceh. Salah satu istana Sultan yang kini berubah menjadi tidak keru-keruan," katanya.

Di bagian lain, Humas RS Al-Irsyad Indra Ferdiansyah mengatakan, sejak ditetapkan sebagai cagar budaya, RS-Al Irsyad terus dipantau. "Tiap tahun pasti mereka (tim cagar budaya pemkot, Red) datang meninjau," ungkapnya. Biasanya, pertanyaan yang paling sering mereka ajukan terkait ada atau tidaknya perombakan pada bangunan RS tersebut. (fajar/c6/ano) 


Untuk sisa, pada 6 Februari 1975, beberapa saudagar membantu pembelian seluruh gedung di Jalan KH Mansyur tersebut


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News