Sejumlah Merk Fashion Australia Dianggap Belum Lindungi Buruh Pabrik Garmen
Secara keseluruhan, industri manufaktur pakaian di dunia masih dikenal memiliki majikan yang 'brutalan'.
Di Bangladesh, para buruhnya mendapat upah sekitar $70 atau Rp 700.000 sebulan dan banyak anak-anak yang dipaksa untuk bekerja di sejumlah pabrik.
Menurut Carolyn Kitto, dari yayasan Stop the Traffik yang banyak menyoroti eksploitasi buruh, yang bisa dilakukan oleh para konsumen adalah menekan para produsen mode dan pemilik merk-merk fesyen untuk menjual produk mereka dengan lebih bertanggung jawab dan etis.
"Mereka harus bertanya kepada merk-merk favorit mereka, "Siapa yang membuat pakaian-pakaian ini?", "Apa yang kamu ketahuai soal rantai suplainya?", "Apa yang kamu ketahui soal perburuhannya?"," tegas Kitto.
Kitto juga mengingatkan bahwa sebagai konsumen, kita memiliki kekuatan untuk menentukan apa yang akan dipilih dan dibeli. Karena pada akhirnya bisnis akan mendengar apa yang diinginkan konsumennya.
Sebuah laporan soal industri fashion menyatakan sejumlah perusahaan mode dan tekstil dari Australia belum cukup melakukan perlindungan bagi para
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Apakah Bentrokan Indonesia dengan Kapal Tiongkok di Laut China Selatan Pertanda Konflik?
- Jenazah WHV Asal Indonesia Belum Dipulangkan, Penyebab Kecelakaan Masih Diselidiki
- Dunia Hari Ini: Ratusan Warga Sudan Meninggal Akibat Serangan Paramiliter
- Prabowo Targetkan Indonesia Swasembada Pangan, Bagaimana Reaksi Australia?
- Dunia Hari Ini: Calon Pengganti Pemimpin Hizbullah Tewas Dibunuh
- Dunia Hari Ini: Respon Inggris Setelah Senator Aborigin Sebut Charles 'Bukan Raja Kami'