Siapkan Barcode untuk Cegah Media Radikal dan Hoax

Siapkan Barcode untuk Cegah Media Radikal dan Hoax
Ilustrasi. Foto: JPNN

Empat peraturan inilah yang menjadi prioritas oleh media pers yaitu standar perusahaan pers, kode etik jurnalistik, standar perlindungan profesi wartawan, dan standar kompetensi wartawan.

Rencananya, penggunaan barcode itu akan dilakukan saat HPN di Ambon tahun ini. Dengan adanya barcode itu, profiling media itu akan bisa diakses dalam database Dewan Pers dan bisa diketahui jatidiri perusahaan pers, alamat, penanggungjawab, redaksi, dan dan badan hukum.

Keberadaan barcode itu juga akan memudahkan untuk memilah mana yang media pers dan mana media yang bukan pers. Kalau barcode sudah diberlakukan, yang tidak terdaftar di Dewan Pers, berarti bukan media pers. Kalau melanggar, mereka tidak berada di wilayah UU Nomor 40 tahun 1999 tentang pers.

"Selama ini kita temukan kecenderungan, media nonpers, isinya tidak menaati asas-asas dan kode etik, tapi saat ada masalah maunya dianggap pers, itu namanya penumpang gelap," imbuhnya.

Terkait pemblokiran yang dilakukan Kemenkominfo, Imam mengungkapkan, setiap akan melakukan blokir, Kemenkominfo lebih dulu konfirmasi ke Dewan Pers.

Menurutnya, kalau media pers, tentu tidak akan diblokir, tapi diproses sesuai UU Nomor 40 tahun 1999.

"Intinya, kalau bukan media pers, berarti wilayahnya kebebasan berpendapat dan berekspresi. Dan itu ada UU-nya sendiri, jadi silakan media nonpers diproses sesuai UU yang berlaku," pungkas Imam. 

Keberadaan media yang digunakan untuk menyebarkan faham radikalisme dan hoax menimbulkan keprihatinan besar.


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News