Soempah Pemoeda

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Soempah Pemoeda
Wartawan senior Dhimam Abror diangkat sebagai anggota Dewan Kehormatan PWI Pusat. Foto: Ricardo/JPNN.com

Persoalan bahasa nasional menjadi masalah serius. Banyak lidah, satu bahasa, ‘’Different tongues one language’’, itulah semboyan yang digaungkan Lee Kuan Yew.

Dia tidak bisa memilih satu bahasa etnis karena akan mengecewakan etnis lainnya. Akhirnya semua bahasa ditampung menjadi bahasa resmi, bahasa Melayu, bahasa Inggris, bahasa Mandarin, dan bahasa Tamil adalah bahasa resmi Singapura. Untuk bahasa nasional diputuskan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional.

Singapura hanya sebuah pulau kecil dengan penduduk total 4 juta orang. Sebegitu pun mereka tidak bisa menetapkan bahasa persatuan.

Untunglah Lee Kuan Yew bisa mempersatukan bangsanya melalui pembangunan ekonomi yang dijalankan dengan disiplin tinggi dan keras, sehingga bangsa Singapura masih bertahan sampai sekarang.

Bangsa Indonesia tidak menghadapi kesulitan dan perdebatan sebagaimana yang dialami oleh Singapura. Para pemuda Indonesia ketika itu sadar dengan sepenuh kesadaran bahwa bahasa adalah unsur pemersatu yang mutlak untuk bisa merekatkan bangsa yang sangat beraneka.

Untunglah para pemuda itu mencapai kesepakatan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan yang bisa mempersatukan mereka.

Para pemuda aktivis Jong Java, Jong Celebes, Jong Islamiten Bond, Jong Borneo, sama-sama punya kesadaran untuk menjunjung tinggi bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.

Andai para pemuda Jong Java ketika itu bersikeras minta agar bahasa Jawa menjadi bahasa nasional, tentu pemuda dari etnis lain tidak bisa menolak, karena etnis Jawa memang mayoritas.

Salah satu unsur penting dalam Sumpah Pemuda adalah ditetapkannya bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Berbahasa satu bahasa Indonesia.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News