Sri Hijrah ke Washington Diduga Rekayasa

Sri Hijrah ke Washington Diduga Rekayasa
Sri Hijrah ke Washington Diduga Rekayasa
JAKARTA - Pengamat Politik dari Universitas Indonesia (UI), Arbi Sanit, melihat kalau mundurnya Sri Mulyani dari jabatan Menteri Keuangan (Menkeu) dan hijrah ke Washington merupakan rekayasa politik untuk mencairkan kebuntuan politik yang terjadi akibat bergulirnya (proses hukum) rekomendasi Pansus Bank Century, dan sebelum Sri Mulyani dilengserkan. "Itu kompromi politik pemerintah dan anggota koalisinya. Langkah ini jelas mengakomodir Partai Golkar dan PKS yang memang tidak menyukai Sri Mulyani," kata Arbi Sanit, di Jakarta, Rabu (5/5).

Buktinya kata Arbi, Sri Mulyani diboikot oleh Fraksi PDIP dan Hanura, dengan berpijak pada isi rekomendasi DPR terhadap skandal Bank Century, sementara Golkar dan PKS tidak memboikot. "Ini sinyal bagi saya bahwa ada kompromi yang telah disepakati dengan mengorbankan Sri Mulyani. Dengan kompromi itu, semua elit selamat dan tuntutan masyarakat berupa penuntasan skandal Bank Century akan tenggelam dengan sendirinya," tegas Arbi.

Selain itu, Arbi juga mensinyalir bahwa pemerintah Amerika Serikat (AS) turut berperan atas kepindahan Sri Mulyani ke Bank Dunia itu. "Amerika Serikat memiliki kepentingan atas stabilitas di Indonesia, karena saham terbesar Bank Dunia dimiliki Amerika. Kalau Sri itu masih Menkeu yang saat ini tengah diperiksa KPK, tentu tidak nyaman bagi AS," jelasnya.

Sementara, pakar Hukum Tata Negara, Irmanputra Sidin menilai, mundurnya Sri Mulyani dari jabatan Menkeu merupakan bentuk penyelamatan politik dan tidak ada yang salah. "Presiden punya hak prerogratif, karenanya dapat melakukan apapun untuk mengganti menterinya, termasuk merekayasa pemunduran diri Sri Mulyani," katanya.

JAKARTA - Pengamat Politik dari Universitas Indonesia (UI), Arbi Sanit, melihat kalau mundurnya Sri Mulyani dari jabatan Menteri Keuangan (Menkeu)

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News