Stafsus BPIP: Literasi & Kekritisan Dibutuhkan Anak Muda
Prakteknya sekarang, teknologi membuat peminggiran dan manipulasi terhadap kemanusiaan yang adil dan beradab. Hati-hati terhadap manipulasi, oleh karena itu, berpikirlah kritis dan tambah ilmu literasi.
"Instan ini berbahaya, dan ini membahayakan ideologi. Ideologi juga harus menjadi ideologi bekerja. Anak-anak muda jangan terjerat dengan 'populerisme' dan menghalalkan segala cara," tuturnya.
Benny mengajak anak-anak muda untuk memerangi konten yang merusak.
"Teman-teman muda harus punya literasi kebangsaan, jadilah kritis. Buat gagasan yang bernilai Pancasila. Jangan hanya ikut arus dan tidak memakai kemampuan berpikir kritisnya. Jangan sampai kita hidup instan terus, tetapi harus cerdas, dan mewujudkan masyarakat adil dan makmur,".
F.X. Sugiyono, dalam paparannya, menunjukkan bahwa anak-anak muda memiliki kecenderungan untuk tidak peduli dan cuek terhadap literasi dan pembicaraan pembangunan dan perkembangan dan nilai-nilai sosial bangsa.
"Lebih suka berbicara internal gereja. Padahal harus ada rasa yang tumbuh untuk peduli kepada dunia dan keadaan sosial Indonesia. Keadaan Indonesia, apapun itu, akan berdampak untuk semua orang, termasuk anak-anak muda katolik ini."
Dirinya pun menyatakan bahwa terdapat 11 persen muda Katolik yang menyatakan Pancasila bisa diganti sebagai ideologi.
Politik, menurutnya, adalah berpikiran untuk kebaikkan bersama, dan semua orang adalah pemain dan tergantung kepada situasi politiknya.
Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Antonius Benny Susetyo mengaku sangat prihatin terhadap anak muda.
- TKN Fanta Prediksi Keterlibatan Anak Muda dalam Pemerintahan Akan Meningkat
- Siti Fauziah Ajak Para Mahasiswa Terapkan Nilai-Nilai dan Pertahankan Jati Diri Bangsa
- BPIP Gandeng Content Creator untuk Menggaungkan Spirit Pancasila
- GMP Ajak Anak Muda Yogyakarta Ramu Kebijakan Pariwisata Berkelanjutan
- Kepala BPIP: Segera Mengimplementasikan Pendidikan Pancasila di Sekolah
- Menggagas Masa Depan: Kaesang, Generasi Muda, dan Demokrasi Pasca-Pemilu