Tekad Baru: Hidup yang Polos-Polos Saja

Tekad Baru: Hidup yang Polos-Polos Saja
Tekad Baru: Hidup yang Polos-Polos Saja
Peserta dialog yang saya minta berdiri itu rupanya seorang humoris. Dengan nada bergurau dia menjawab, lebih baik kekayaannya meningkat, tapi tidak punya utang!  Ini mah mirip khotbah Jumat yang pernah saya dengar: semua orang itu inginnya serbaenak. Waktu kecil dimanja, waktu remaja foya-foya, waktu muda kaya raya, waktu tua sehat bahagia, waktu meninggal masuk sorga!

 

Dari dialog di desa malam itu saya melihat penularan hope kalah cepat dengan penularan pesimisme. Begitu cepat virus pesimisme, sinis, keluh kesah, dan sebangsanya menjalar ke mana-mana. Ini tentu bahaya, mengingat hope adalah salah satu faktor utama untuk kemajuan bangsa.

 

Di sini hope menghadapi persoalan yang sangat berat. Menularkan pesimisme cukup hanya dengan kata-kata. Modalnya pun hanya gombal. Sedangkan membangun hope harus dengan kerja nyata plus hasil yang bisa dirasa. Setiap kesulitan harus diberikan jalan keluar. Setiap kebuntuan harus ada terobosan. Masyarakat yang ada dalam "kuldesak" yang terlalu lama hanya akan membuat virus anti kemajuan merajalela.

 

Serbuan virus hopeless dari kota inilah yang kini harus dilawan di desa-desa dengan bukti nyata. Karena itu, Bulog, Sang Hyang Sri, Pertani, Pupuk Indonesia, PT Garam, pabrik-pabrik gula, perhutani, dan banyak BUMN lainnya tahun ini harus bekerja all-out di lapangan.

 

SAYA tidak menyangka persoalan seperti utang negara, impor garam, dan sulitnya swasembada gula sudah menjadi bisik-bisik tetangga di desa. Padahal,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News