Terbiasa dengan Kekerasan, Assad Tetap Percaya Diri

Terbiasa dengan Kekerasan, Assad Tetap Percaya Diri
Terbiasa dengan Kekerasan, Assad Tetap Percaya Diri
Komentar sama diungkapkan Rifaat, paman Assad yang terlibat dalam kudeta gagal melawan Hafez dan terpaksa meninggalkan Syria sejak 1984. "Sebenarnya, dia sosok berbeda dengan ayahnya. Hafez adalah seorang pemimpin, sedangkan Bashar (Assad) bukan siapa-siapa. Dia bahkan tak pernah muncul dalam ring utama rezim Hafez. Kini, dia hanya berperan sebagai pemimpin dan menjalankan konsep yang sudah digariskan rezim pendahulunya," urainya.

 

Di sisi lain, lanjut dia, Assad adalah tokoh keturunan suku minoritas Alawi di Syria. "Suku Alawi selalu waswas akan menjadi sasaran genosida. Jadi, sepanjang hidupnya, Assad selalu merasa terancam dan ketakutan," ujar Rifaat. Alhasil, dia pun terbiasa dengan kekerasan.

  

Untuk mempertahankan diri, lanjut dia, Assad lantas tumbuh sebagai pribadi yang brutal. Demikian pula dengan seluruh keturunan lain Hafez al-Assad. Mereka cenderung keji dan keras kepala jika bersinggungan dengan eksistensi.

 

Beberapa waktu lalu, dalam wawancara dengan reporter TV ABC Barbara Walters, Assad membantah terlibat dalam serangkaian konflik berdarah yang merenggut sekitar 6.000 nyawa di Syria selama 11 bulan terakhir. "Mereka bukan pasukan saya. Mereka pasukan pemerintah. Mereka bukan milik saya. Saya presiden. Negara ini bukan milik saya. Jadi, mereka bukan pasukan saya," tandasnya. (RTR/CNN/hep/dwi)
Berita Selanjutnya:
Trump Dukung Romney

DAMASKUS - Presiden Bashar al-Assad sepertinya percaya diri tidak akan terusik di negaranya. Begitulah penuturan seorang politikus dari Lebanon,


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News