Terpikat Forensik karena juga Urusi Orang Hidup

Terpikat Forensik karena juga Urusi Orang Hidup
Terpikat Forensik karena juga Urusi Orang Hidup
Andai sejak awal tes DNA (deoxyribonucleic acid) dipakai untuk identifikasi Mr X dalam pembuktian pidana, kasus “salah tangkap” Kemat Cs di Jombang, Jatim,  mungkin tak terjadi. Tak banyak ahli yang mendalami ilmu yang disebut the silent evidence itu. Djaja Surya Atmadja salah satunya.

FAROUK ARNAZ, Jakarta

RUANG di bangunan lantai II yang  lokasinya tak jauh dari kamar mayat Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta, itu tak beda jauh dari gambaran sebuah laboratorium pada umumnya. Berbagai  cairan warna-warni dalam tabung berbagai ukuran ditata rapi di atas meja bertingkat. Ada yang isinya tinggal separo, ada yang masih penuh. Puluhan pipet ditaruh di bawahnya. Di pojok depan arah pintu masuk ada puluhan buku yang juga ditata bertingkat.

Di lab tes DNA milik Departemen Kedokteran Forensik, Fakultas Kedoktyeran UI, itulah sudah 12 tahun dokter Djaja Surya Atmadja melakukan tugasnya. Yakni, sejak dia pulang dari sekolah doktoral di Universitas Kobe, Jepang.

”Laboratorium ini (pembangunannya) saya cicil sejak kuliah di Jepang. Ada beberapa mesin bekas yang saya bawa. Di sana (Jepang) sudah tidak dipakai, tapi di sini bermanfaat. Kini nilainya sudah miliaran rupiah,” kata Djaja, panggilan akrabnya.

Saat ditemui siang itu Djaja baru usai mengajar mahasiswanya. ”Saya  tak segan berbagi ilmu DNA untuk anak bangsa. Tak khusus mahasiswa UI, tapi dari mana pun saya selalu menerima,” katanya.

Andai sejak awal tes DNA (deoxyribonucleic acid) dipakai untuk identifikasi Mr X dalam pembuktian pidana, kasus “salah tangkap” Kemat

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News