Tiket Pesawat Mahal, Okupansi Hotel Tinggal 20 Persen

Tiket Pesawat Mahal, Okupansi Hotel Tinggal 20 Persen
Petugas maskapai penerbangan melayani konsumen soal tiket pesawat. Foto: Kaltim Post/JPNN

’’Maskapai (penerbangan, Red) menjual di kelas Y, yakni kelas harga tertinggi. Waktu itu pernah ada pengumuman akan menjual di kelas N (medium) dan Y. Ternyata hanya kelas Y yang tersedia. Kalau kelas V, yang terendah, sudah tidak ada yang menjual,’’ ungkapnya.

Asita menyoroti tingginya harga tiket pesawat domestik sejak sebelum masa liburan Natal dan tahun baru.

’’Ini turut menjadi masalah kami. Harga tiket sangat mahal, bahkan bukan hanya untuk destinasi kota wisata, melainkan juga destinasi kota-kota besar. Naiknya bisa lebih dari 50 persen,’’ tegasnya.

Menurut Asnawi, dampak dari mahalnya tiket pesawat itu pun memukul mundur angka traffic wisatawan selama akhir 2018.

’’Descreasing-nya cukup tinggi. Biasanya, destinasi-destinasi favorit itu penuh, tapi sekarang mungkin hanya 60–70 persen,’’ papar Asnawi.

Dia berharap hal tersebut bisa menjadi perhatian bersama, baik dari pelaku industri penerbangan maupun pemerintah. Sebab, tren leisure cukup membaik setahun terakhir.

Diperlukan dukungan dengan akses transportasi yang terjangkau untuk bisa menjaga tren positif pariwisata.

’’Perlu ada kerja sama antara pelaku usaha wisata dan airlines. Karena kami kan bisa lebih leluasa menawarkan promo kepada wisawatan domestik dan mancanegara saat harga tiket airlines lebih terjangkau,’’ tuturnya.

Wakil Ketua Umum Bidang Organisasi Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran menyatakan, mahalnya harga tiket penerbangan sangat memukul industri hotel, restoran, dan transportasi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News