Timpang

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Timpang
Dhimam Abror Djuraid. Foto: Ricardo/JPNN.com

Piketty yang sekarang berusia 50 tahun mendapatkan gelar doktor ilmu ekonomi di Prancis dalam usia 22 tahun melakukan penelitian sangat ekstensif untuk bahan bukunya.

Ia membuka file-file sejarah perpajakan pada abad ke-17 sampai abad ke-20, dan mengaitkannya dengan data-data pendapatan dan perpajakan pada abad ke-21 ini.

Tidak tanggung-tanggung, Piketty melakukan studi penelitian selama 15 tahun sebelum menghasilkan buku setebal 600 halaman lebih.

Temuan utama dari Piketty adalah bahwa ketimpangan kayak miskin akan tetap ada sampai kapan pun karena struktur ekonomi internasional menciptakan peluang untuk terjadinya ketimpangan.

Ketimpangan adalah fenomena dunia yang sudah berlangsung selama 250 tahun lebih. Selama masa panjang itu berbagai kebijakan untuk mengatasi ketimpangan sudah dilakukan. Namun, ternyata ketimpangan masih menjadi persoalan laten yang tetap ada sampai sekarang.

Piketty juga menemukan dokumen lama di Indonesia—dahulu Hindia Belanda—berisi data-data perpajakan pemerintah penjajahan Belanda di Hindia Belanda. Dari data yang dipelajari Piketty menyimpulkan adanya pola yang sama yang memberi akibat ketimpangan yang sama pula.

Kesimpulan Piketty sederhana, tetapi jelas dan tegas, yaitu jika tingkat akumulasi modal naik lebih cepat ketimbang pertumbuhan ekonomi, maka ketimpangan ekonomi akan meningkat.

Selama akumulasi modal oleh orang-orang kaya dan korporat besar terus meningkat lebih cepat dari pertumbuhan ekonomi, maka ketimpangan akan makin tinggi.

Inilah fenomena kapitalisme warisan yang sekarang menjadi fenomena di dunia dan banyak terjadi di Indonesia juga.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News