Tradisi Membuang Kepala Kerbau Perbuatan Syirik

Tradisi Membuang Kepala Kerbau Perbuatan Syirik
Masyarakat Kecamatan Carita menggelar tradisi ruwatan laut. Foto: Banten Raya

jpnn.com, PANDEGLANG - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Pandeglang, Banten, mengimbau masyarakat Kecamatan Carita yang menggelar tradisi ruwatan laut untuk menghindari perbuatan syirik.

MUI menyatakan, pelaksanaan ruwatan laut harusnya lebih kepada kegiatan keagamaan. "Kegiatan ruwatan laut boleh-boleh saja, tapi dengan cara Islami. Jangan ditunggangi atau dibarengi dengan kegiatan-kegiatan berbau maksiat dan perbuatan syirik," kata Ketua MUI Pandeglang Tubagus Hamdi Ma'ani, Kamis (5/9).

Hamdi menilai, seharusnya tradisi membuang kepala kerbau ke laut tidak dilakukan. "Perilaku membuang kepala kerbau perbuatan mubazir, terlebih bila disajikan dengan maksud untuk Nyi Roro Kidul, itu perbuatan syirik dan maksiat kepada Allah SWT. Kepala kerbau yang dibuang itu lebih baik dikasihkan kepada masyarakat," ujarnya.

Hamdi mengimbau warga untuk mengikuti arahan yang disampaikan para ulama. "Kepada warga hendaknya mengikuti arahan-arahan para tokoh agama, para kiai dan ulama," imbuhnya.

BACA JUGA: Yang Perlu Anda Ketahui tentang Tradisi Serak Gulo

Bupati Pandeglang Irna Narulita mengatakan, pihaknya sering mengingatkan masyarakat yang melaksanakan ruwatan laut tidak kepada perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT.

"Saya ingatkan selalu mintanya kepada Allah SWT. Sehingga Allah yang akan menjauhkan musibah dan memberikan rezeki kepada kita. Karena ruwatan laut itu hanya syarat saja," ungkapnya.

Irna menjelaskan, kegiatan ruwatan laut membuang kepala kerbau ke laut sudah menjadi tradisi masyarakat nelayan di pesisir pantai.

Tradisi membuang kepala kerbau ke laut yang dilakukan masyarakat Kecamatan Carita, Pandeglang, merupakan perbuatan syirik.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News