Ubah Naskah Drama Radio Jadi Novel Best Seller

Ubah Naskah Drama Radio Jadi Novel Best Seller
BUAH KETEKUNAN: Langit Kresna Hariadi di ruang kerjanya di perpustakaan Penerbit Tiga Serangkai, Solo. Foto: Bayu Putra/Jawa Pos

Langit tidak sadar, kesuksesan novelnya membuat novelis serupa mulai bermunculan. ’’Bersamaan terbitnya Candi Murca, puluhan judul novel berbahan baku sejarah juga bermunculan. Akibatnya, saya merugi Rp 60 juta gara-gara salah perhitungan. Saya telanjur cetak 12 ribu eksemplar dan tidak bisa memasarkannya.’’

Dalam kondisi tertekan, Langit lalu mendatangi penerbit Tiga Serangkai lagi. Dia mengajak damai dan mendapat sambutan positif. Kedua pihak lalu bersepakat untuk bekerja sama kembali. Sejak itu, buku-buku Langit mengalir dari ruang perpustakaan penerbit legendaris tersebut.

Rupanya, kesuksesan novel-novel Langit menginspirasi para penulis lain untuk berkarya semacam. Pada 2012, dalam sebuah perhelatan sastra di Candi Borobudur, sedikitnya 130 novelis berlatar sejarah hadir.

Menurut Langit, saat itu para novelis menjadikan karya Langit sebagai tren. Meski begitu, dia belum bisa mengalahkan kehebatan penulis cerbung Api di Bukit Menoreh S.H. Mintardja yang kemudian dinobatkan sebagai pionir sastra sejarah.

Kesuksesan novel Gajah Mada bukan tanpa cela. Novel pertama Langit, Makar Dharmaputra, mendapat kritik tajam dari para sejarawan. Sebab, ada beberapa fakta sejarah yang keliru dalam novel tersebut. Di antaranya, setting waktunya yang salah sehingga membuat tokoh zaman Ken Arok hidup sezaman dengan Jayanegara.

Ada pula daerah pelarian Raja Jayanegara yang seharusnya Bedander disebut Kudadu. Lalu, dalam kisah kematian Jayanegara di tangan tabibnya, setting waktunya salah. Sebab, di novel disebutkan, Jayanegara dibunuh saat makar Dharmaputra. Padahal, pembunuhan itu berlangsung beberapa tahun setelah orang-orang yang makar ditumpas.

Banyaknya kesalahan pada novel itu membuat Langit terpukul. ’’Di satu sisi, buku itu laris. Namun, di sisi lain menunjukkan betapa bodohnya saya,’’ ujarnya menyesal.

Untuk menebus kesalahan tersebut, Langit melakukan riset lebih serius sebelum menulis novel-novel berikutnya. Misalnya, dia berkali-kali mendatangi situs Majapahit di Trowulan dan keliling Nusantara, termasuk ke Tumasek (Singapura), untuk mendapatkan gambaran tentang wilayah kekuasaan Majapahit.

GAJAH MADA menjadi buah bibir sebagian penikmat sastra Indonesia beberapa tahun belakangan. Kisah mahapatih Kerajaan Majapahit yang terkenal dengan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News