Yerusalem Ibu Kota Israel, Umat Kristen Pun Tak Rela

Yerusalem Ibu Kota Israel, Umat Kristen Pun Tak Rela
Yerusalem. Foto: Pixabay

jpnn.com - Sejak masih jadi wacana, keinginan Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel sudah menuai banyak kritik dan kecaman. Protes pertama jelas datang dari otoritas Palestina. Selanjutnya, Jordania ikut mengecam.

Presiden Prancis Emmanuel Macron pun ikut memperingatkan sang penguasa Gedung Putih tersebut. Tapi, ayah Ivanka itu bergeming. Dia akhirnya benar-benar merealisasikan janji kampanye kepada para pendukungnya dan Israel tersebut kemarin, Rabu (6/12).

Kemarin sejumlah besar pemimpin dunia ikut angkat bicara. Mulai Perdana Menteri (PM) Inggris Theresa May, pemerintah Tiongkok, Kremlin (Rusia), sampai Paus Fransiskus.

Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam juga tak tinggal diam. Mereka berusaha mencegah deklarasi Trump. Sebab, harga yang harus dibayar dunia untuk pelunasan janji kampanye mantan host The Apprentice itu terlalu mahal.

”Dia mendeklarasikan perang terhadap 1,5 miliar muslim dan ratusan juta umat Kristen yang tidak akan pernah rela situs-situs religius itu berada di bawah hegemoni Israel,” ungkap Manuel Hassassian, kepala perwakilan Palestina untuk Inggris.

Mantan PM Palestina Ismail Haniyeh menggagas unjuk rasa selepas salat Jumat untuk mereaksi kebijakan Trump tersebut. Bagi Palestina, deklarasi Trump adalah kiss of death bagi proses damai Israel-Palestina.

Dengan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, otomatis AS berpihak pada negara yang dipimpin PM Benjamin Netanyahu itu. Maka, posisi AS sebagai jembatan dalam perundingan damai gugur.

Sebab, AS berat sebelah. Oleh karena itu, Paus pun menyarankan AS membiarkan status quo Yerusalem. Tujuannya, proses damai bisa berlanjut dan menghasilkan kesepakatan permanen.

Harga yang harus dibayar dunia untuk pelunasan janji kampanye Trump itu terlalu mahal.

Sumber Jawa Pos

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News