Porang Komersial

Oleh Dahlan Iskan

 Porang Komersial
Dahlan Iskan bersama petani porang di Ponorogo. Foto: disway.id

jpnn.com - Dulu saya yang anjur-anjurkan. Sekarang giliran saya yang harus belajar. Ternyata porang sudah jadi tanaman komersial. Bukan lagi sekadar tanaman sela.

Saya diminta membuktikan sendiri. Ke pegunungan. Ke pedesaan di antara Ponorogo-Trenggalek-Pacitan. Sekarang lagi musim panen porang.

"Saya mengaku kalah," kata saya pada Pak Marnianto, petani porang di Desa Ngrayun, pedalaman Ponorogo. Kemarin. Ketika saya ke sana.

Pak Marnianto bisa hasilkan porang 30 ton/ha. Pengetahuan saya selama ini jauh dari itu. Paling hanya 10 ton per hektare.

Pak Marni sebenarnya pendatang baru di dunia porang. Aslinya Pak Marni seorang guru SD di desa itu.

Ia kena 'virus' porang dari Pak Suparno. Sesama guru di situ. Suparno-lah yang sering ke Nganjuk. Bertemu aktivis porang Nganjuk: Riyanto dan Hartoyo. Yang dulu sering diskusi porang dengan saya.

Kawasan kaki Gunung Kendeng (Nganjuk, Bojonegoro, Saradan, Caruban) itu memang jadi pusat porang Indonesia. Awalnya hanya memanfaatkan lahan kosong Perhutani.

Di sela-sela pohon jati itu bisa ditanami porang. Ribuan petani sekitar hutan bisa hidup dari porang. 

Dulu saya yang anjur-anjurkan. Sekarang giliran saya yang harus belajar. Sukses baru datang setelah gagal 15 tahun.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News