Bikin karena Kagum, Emosional Dibilang Politis

Bikin karena Kagum, Emosional Dibilang Politis
Film "Sepatu Dahlan". Foto: getty images

DUDUK sebagai produser eksekutif, Thamrin Anwar merupakan salah satu nama yang paling berperan membuat Sepatu Dahlan bertransformasi dari novel menjadi film. Diam-diam, pengusaha itu sejak lama mengidolakan Dahlan Iskan.
-------------
 Marisqa Ayu K., Jakarta
------------
Berawal dari keinginan memberikan novel Sepatu Dahlan kepada putranya, Thamrin kemudian membaca dulu karya Khrisna Pabichara itu. Membuka satu halaman ke halaman selanjutnya, ayah dua anak tersebut dibikin makin penasaran. Dia membaca mulai pukul 23.00 hingga 06.00. Padahal, pagi itu dia harus rapat untuk urusan bisnis.
 
"Begitu baca, nggak bisa berhenti. Ingin segera tahu ending-nya," ujar Thamrin, 41, ketika ditemui di Plaza Senayan, Jakarta, Rabu siang (9/4).
 
Pria yang memiliki usaha di beberapa bidang itu mengaku mengagumi sosok Dahlan Iskan sejak dulu. Laki-laki Tionghoa itu menyatakan, setelah membaca novelnya, dia berharap versi filmnya segera muncul. Thamrin memang bukan orang film. Hanya, dia tahu, biasanya buku laris diangkat ke bentuk visual. "Tapi, ditunggu-tunggu kok ya nggak muncul-muncul," ungkapnya.
 
Suatu saat, seorang kawan, Rizaludin Kurniawan, mengabarkan hal yang mengejutkan Thamrin. Mizan Productions akan membuat film Sepatu Dahlan dan tengah membutuhkan orang yang bersedia menginvestasikan uangnya. "Kebetulan, saat itu saya sedang ada rezeki lebih. Saya menerima tawaran itu dan mengajak dua rekan untuk patungan," tuturnya.
 
Thamrin menuturkan, sebenarnya sebelum dirinya ditawari sponsorship, film tersebut memiliki penyandang dana lain. Tapi, ketika negosiasi harga, orang tersebut mundur karena tidak berani mengeluarkan uang sebesar itu untuk film yang tidak dia yakini menguntungkan.
 
Berbeda dengan Thamrin yang sejak awal berharap bisa menonton film Sepatu Dahlan, kesempatan itu tentu tidak disia-siakan. Hanya, dia mengajukan syarat kepada Mizan. Dahlan Iskan harus mendukung film tersebut, baru dirinya mendanai. Thamrin tidak ingin film yang diyakini bisa mengungguli Laskar Pelangi itu digarap asal-asalan tanpa sepengetahuan tokoh yang diceritakan.

Akhirnya, suatu pagi sekitar setahun lalu, diantar Deden Ridwan dan Avesina Soebli dari Mizan, Thamrin mendatangi kantor Dahlan untuk menyampaikan keinginan itu. Mereka diberi waktu kurang dari 30 menit untuk berbincang dengan menteri BUMN tersebut.
 
"Saat itu saya tidak berharap support yang seperti apa. Hanya dengan Pak Dahlan bilang "silakan, saya tidak akan mengintervensi apa pun", itu sudah cukup membuat saya yakin untuk membuat film tersebut," ungkap pria yang tinggal di kawasan Karawaci, Tangerang, itu.
 
Sepulang dari kantor Dahlan, mereka langsung membicarakan kelanjutan produksi film tersebut. Thamrin menjadi produser eksekutif bersama Avesina Soebli, sedangkan Deden Ridwan dan Rizaludin Kurniawan menjadi produser. Thamrin juga tidak mau ikut campur dalam pembuatan film. Dia hanya terlibat saat promosi serta pendanaan. Dia tidak mau membuat pihak produksi merasa terintervensi karena dirinya adalah penggemar Dahlan.
 
Banyak komentar miring tentang peluncuran Sepatu Dahlan. Ada yang menganggap itu adalah film politik. Dimunculkan menjelang pileg untuk mengangkat citra Dahlan. Padahal, sedikit pun tidak ada misi tersebut. Produksi film benar-benar selesai menjelang pesta demokrasi.
 
Mereka juga mendapat jatah tayang di jaringan bioskop 21 serta XXI mulai 10 April. Mau tidak mau, promosi gencar dilakukan sebelum 10 April yang notabene merupakan masa-masa menjelang coblosan.
 
"Saya bilang, kami ini sial. Padahal, kalau memang mau bikin film politik, kenapa tidak mengangkat perjalanan karirnya sebagai pengusaha sukses dan prestasinya di PLN serta BUMN saja? Kenapa kami malah membuat film masa kecilnya? Makanya, nonton dulu, baru komentar," tutur suami Dewi Sanita itu sedikit emosional.
 
Jadwal tidak bisa dimundurkan. Mereka pun menyiapkan diri menghadapi segala opini yang bergulir. Premiere dilakukan sesuai dengan jadwal, Kamis (10/4). Sementara itu, gala premiere dilakukan beberapa kali mulai 1 April di XXI Epicentrum Jakarta, 5 April di Surabaya, dan beberapa kota lagi untuk strategi pemasaran.
 
Menurut Thamrin, persepsi masyarakat tentang Sepatu Dahlan yang dianggap film politik menyulitkan tim untuk berpromosi. Mereka mengajukan ke beberapa stasiun televisi swasta untuk beriklan, namun ditolak. Akhirnya, tim memutuskan untuk mengadakan nonton bareng serta kuis berhadiah tiket gratis lewat media sosial.
 
Mereka yang sudah mendapat tiket diminta mengganti profile picture akun media sosialnya dengan poster film tersebut serta memberikan komentar. Tim pemasaran menyediakan sekitar 6.000 tiket sebagai hadiah kuis serta dibagikan kepada sejumlah panti asuhan agar mereka bisa menikmati film tersebut.
 
Laki-laki kelahiran Jambi itu mengaku, saat pertama menyaksikan di kantor Mizan, dia merasakan filmnya kurang sedih. Namun, setelah menonton lagi, tanpa sadar dia meneteskan air mata karena merasakan kesedihan dalam film berdurasi 110 menit itu.

"Yang pertama nggak sedih karena pas nonton kurang fokus. Kaki digigiti nyamuk," ungkap ayah Ori, 11, dan Dea, 7, tersebut optimistis.
 
Saat gala premiere 1 April, dia mengajak serta dua anak, istri, serta keluarga yang total berjumlah 20 orang. Setelah menonton, dia melihat seluruh anggota keluarga bermata sembap karena menangis.
 
Lulusan S-1 akuntansi Universitas Tarumanegara dan S-2 finance dari University of San Diego, AS, itu bertanya kepada anaknya tentang pelajaran yang bisa diambil dari film yang baru mereka tonton tersebut. "Anak pertama saya bilang, ternyata kita harus menghargai uang ya, Pap. Sedangkan yang kecil bilang, kasihan ya Pap anak itu (Dahlan kecil)," ujarnya.
 
Menurut Thamrin, film perdananya tersebut layak tonton, terutama bagi anak-anak. Mereka bisa terinspirasi kegigihan dan usaha Dahlan kecil bersekolah yang menempuh jarak berkilo-kilometer berjalan tanpa mengenakan sepatu. Selain itu, bagi para orang tua, mereka bisa melihat cara orang tua Dahlan mendidik anaknya, meskipun dalam kondisi di bawah garis kemiskinan.
 
Miskin tidak membuat Pak Iskan dan Bu Iskan menyerah membiayai pendidikan anak-anaknya. Bahkan, kata Thamrin, setelah menonton bersama Kak Seto Mulyadi, psikolog anak dan ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, ada respons positif terhadap film yang dibintangi Osa Aji Santosa tersebut.
 
"Satu kalimat Kak Seto yang paling saya ingat, "Saya meneteskan air mata menonton film ini. Film ini adalah gambaran kehidupan yang sangat sulit, tapi dipenuhi cinta"," tutur pria yang kemarin juga mengadakan acara nonton bareng (nobar) di Jambi tersebut.
 
Thamrin mengungkapkan, dirinya tidak terlalu berharap film yang didanainya itu mendulang banyak keuntungan. Bagi dia, rugi pun tidak masalah, asalkan tidak terlalu besar. Yang dia pikirkan, jika ada keuntungan, dirinya bakal mengadakan tur ke daerah-daerah di Indonesia, terutama yang belum memiliki bioskop. Dia ingin memutar film tersebut di layar tancap agar semua orang bisa menonton dan terinspirasi.
 
Selain itu, Thamrin ingin membuat dua sekuel Sepatu Dahlan yang diambil dari buku kedua dan ketiga trilogi Sepatu Dahlan, yaitu Surat Dahlan dan Senyum Dahlan.
 
"Kalau Sepatu Dahlan inspirasi untuk anak-anak, yang dua sekuel itu untuk remaja dan dewasa. Doakan saja semua lancar," ujarnya. (c5/ayi)


DUDUK sebagai produser eksekutif, Thamrin Anwar merupakan salah satu nama yang paling berperan membuat Sepatu Dahlan bertransformasi dari novel menjadi


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News