Ini Penyebab Bogor Mengalami Kekeringan

Ini Penyebab Bogor Mengalami Kekeringan
Ini Penyebab Bogor Mengalami Kekeringan

jpnn.com - BOGOR - Kalangan akademisi menilai kekeringan yang terjadi di Kabupaten Bogor dan sebagian wilayah Kota Bogor, diperparah akibat berkurangnya ruang terbuka hijau dan resapan air. Pakar dari Institut Pertanian Bogor (IPB) DR Ernan Rustiadi memaparkan, debit air yang melimpah di musim penghujan tak mampu diserap oleh tanah Bogor.    

"Karena kurang daerah resapan, maka air hujan itu langsung masuk ke sungai dan terbawa ke laut,” papar Ernan kepada Radar Bogor, kemarin.
    
Kondisi ini, kata Ernan, harus menjadi perhatian serius pemerintah. Solusi utama yang perlu disegerakan adalah mengembalikan fungsi daerah resapan air. Selain itu, juga dengan menekan jumlah pembangunan hutan-hutan beton di Bogor. “Kondisi tanah di Bogor sebenarnya masih cukup baik untuk menyimpan air. Hanya saja, daerah resapannya yang semakin berkurang. Itu menyebabkan air menjadi tidak banyak keluar saat musim kemarau seperti sekarang,” jelasnya.    

Kondisi ini juga memaksa masyarakat serta pemerintah daerah Bogor untuk meningkatkan kewaspadaan serta menyiapkan langkah antisipasi. Musababnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan musim kemarau akan terjadi hingga sebulan ke depan.
    
“Diperkirakan, jika tidak ada perubahan, sampai akhir Oktober mendatang, baru mulai memasuki musim peralihan,” kata Kepala Stasiun Klimatologi BMKG, Dramaga Dedi Sucahyono, kemarin.
    
Dia menjelaskan, musim kemarau itu disebabkan adanya tingkat kelembapan yang rendah, namun suhu terbilang sedang tinggi. “Hal itulah yang menyebabkan cuaca ini menjadi terasa kering,” tambahnya.
    
Menanggapi ini, Deputi bidang Informasi Geospasial Tematik pada Badan Informasi Geospasial (BIG), Priyadi Kardono mendesak pemerintah agar segera mengkaji ulang masalah kekurangan air bersih. Ia memprediksi, bukan tidak mungkin perubahan fungsi dan lahan terus menyebabkan penyusutan air dalam tanah.
    
“Saat ini sudah mulai terjadi. Di bawah pegunungan sudah mengering. Itu tanda-tanda bahwa kita sudah tidak mempertahankan atau mengonservasi alam,” ungkapnya.
    
Harus menjadi perhatian serius karena kekeringan dan rusaknya kualitas air sudah terjadi di kawasan hulu. Dapat dibayangkan bagaimana kondisi air di kawasan hilir Jakarta, yang juga bermasalah dengan intrusi air asin. Penyebabnya, kanal navigasi dan drainase yang menciptakan celah bagi air laut terus bergerak ke daratan melewati permukaan tanah. Seperti di kawasan Pulo Mas, Jakarta. Air menjadi asin,” kata dia.
    
Potensi kekeringan juga dapat dilihat dari kerapatan bangunan. Semisal di Kota Bogor, nyaris tak memiliki lahan kosong produktif, kecuali kawasan Kebun Raya. Itu membuat air hujan yang terserap hanya 40 persen. Sisanya mengalir terbuang menuju Jakarta. “Kondisi real dapat dilihat melalui google earth, sudah tidak ada RTH (ruang terbuka hijau) yang tersisa. Hal seperti ini sangat disayangkan,” paparnya.
    
Priyadi juga menyoroti rencana pembuatan waduk yang sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk penyediaan sumber air bersih. Hal lain yang harus sesegera mungkin dilakukan adalah konsentrasi melakukan konservasi dengan membuat sumur-sumur resapan dan biopori, dimulai dari kawasan hulu di Puncak, Cisarua. “Suatu rencana tata ruang yang baik adalah 30 persen dari DAS, lahan yang harus dikonservasi di setiap wilayah,” cetusnya. (ded/rp2/d)


BOGOR - Kalangan akademisi menilai kekeringan yang terjadi di Kabupaten Bogor dan sebagian wilayah Kota Bogor, diperparah akibat berkurangnya ruang


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News