Catatan Cycling Seorang Diplomat Australia di Indonesia

Oleh: Steve Scott

Catatan Cycling Seorang Diplomat Australia di Indonesia
KAGUM ANTUSIASME PENONTON: Steve Scott saat mengikuti Jawa Pos Cycling Audax East Java 2014, menempuh jarak 333 kilometer dari Surabaya menuju Banyuwangi. Foto: Dite Surendra/Jawa Pos

jpnn.com - SEMAKIN dekat dengan akhir masa kerja saya di Kedutaan Besar Australia di Indonesia, makin sering saya mengenang tiga tahun hidup saya di negara yang menakjubkan ini. Ada begitu banyak pengalaman luar biasa yang akan saya ingat selamanya. Kebanyakan adalah dampak dari passion saya terhadap cycling.

Ketika akan meninggalkan Australia dulu, saya sempat ragu untuk membawa serta sepeda saya. Mengingat reputasi lalu lintas Jakarta yang seperti itu. Untung, seorang rekan –yang juga punya passion terhadap cycling– mampu meyakinkan saya bahwa masih sangat mungkin untuk bersepeda di jalanan Jakarta.

Perjalanan saya bermula dengan gowes akhir pekan bersama kelompok lokal yang dikenal dengan sebutan KGB (Kelapa Gading Bikers). Dimulai pukul 05.30 di Bundaran Hotel Indonesia, berlanjut dengan perjalanan cepat 100 kilometer melintasi jalanan-jalanan utama Jakarta.

Dengan cepat saya menyadari bahwa lalu lintas Jakarta bukanlah hal yang harus ditakuti. Ada rasa saling menghormati yang cukup antara pengguna kendaraan bermotor dan pengendara sepeda. Ini cukup berbeda dengan Australia. Yakni, melonjaknya popularitas cycling seolah-olah menghasilkan ”perang terbuka” antara pemakai kendaraan bermotor dan cyclist.

Seiring dengan meningkatnya rasa percaya diri dan kondisi fisik, saya mulai mencari tantangan-tantangan baru. Mengikuti rekan-rekan saya yang lebih cepat dan berpengalaman, Ray Marcelo dan John Ignatius, kami pun mengangkut sepeda di mobil dan menuju Purwakarta, ke arah Bandung. Bersenjata perangkat GPS Garmin, kami pun melintasi jalan-jalan kampung, belokan-belokan ke segala arah, tanjakan, dan turunan.

Dalam perjalanan-perjalanan itu, saya tak pernah merasa yakin berada di mana. Tapi, saya tahu bahwa setiap jalan menyuguhkan keasyikan tersendiri. Sawah yang hijau, hutan rimbun, kawasan pedesaan yang penuh aktivitas, serta deretan kaki lima tanpa henti.

Salah satu tujuan favorit kami adalah Wanyasa, tempat kami akan berhenti untuk makan siang di sebuah warung ayam bakar di sisi danau. Para pelayan warung tampak terheran-heran melihat sekelompok bule datang dengan mengenakan pakaian ketat.

Setelah beberapa bulan, saya diperkenalkan ke sekelompok cyclist tulen yang dikenal dengan sebutan JERCKx (Jakarta Expat Road Cyclists Kelab). Saat hari-hari kerja, JERCKx selalu mulai bersepeda sangat pagi dengan aturan-aturan sederhana; Jangan terlambat karena akan ditinggal, kalau tidak bisa mengikuti kecepatan, sebaiknya Anda benar-benar tahu jalan menuju kafe, dan selalu mengenakan jersey JERCKx setiap Jumat.

SEMAKIN dekat dengan akhir masa kerja saya di Kedutaan Besar Australia di Indonesia, makin sering saya mengenang tiga tahun hidup saya di negara

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News