Spanduk Bergoyang-goyang, Sejoli Sedang Bercinta

Spanduk Bergoyang-goyang, Sejoli Sedang Bercinta
Sejumlah pengungsi korban erupsi Sinabung tidur-tiduran di lokasi pengungsian, Jumat (21/8/2015). Foto: Anita/PM

jpnn.com - BATU KARANG - Sejumlah warga korban erupsi Gunung Sinabung yang berasal dari Desa Gurukinayan yang tinggal di posko pengungsian Jambur Lau Buah Batu Karang, Desa Batu Karang, Kecamatan Payung, mulai gelisah.

Meski pemerintah dan relawan telah menyediakan kebutuhan hidup, tapi mereka tetap tidak nyaman karena tak punya privasi, termasuk urusan untuk menyalurkan kebutuhan biologis.

Urusan hubungan suami istri tetap jadi kebutuhan yang cukup penting, selain makan dan minum. Apalagi, hingga saat ini belum ada prediksi sampai kapan mereka akan tinggal di pengungsian. Meski begitu,soal bilik asmara di pengungsian ini masih jadi dilema.

“Serba salah kami. Perlu ya memang perlu. Tapi kita kan malu juga. Selain masih menjunjung tinggi adat, kita nggak mungkin masuk ke bilik asmara secara terang-terangan. Apalagi pengungsi di sini rata-rata masih punya hubungan saudara. Masih bersaudara semua di sini. Jadi begini sajalah dulu,” kata Tarigan, yang ditemui wartawan Sumut Pos (Jawa Pos Group).

Lalu bagaimana Tarigan dan pasutri lain menyalurkan kebutuhan biologis masing-masing? Ditanya begitu, Tarigan dan beberapa pengungsi lain memilih bungkam. Selain masalah bilik asmara, tidur berhimpit-himpitan dan bercampur baur dengan lelaki dewasa juga jadi masalah, khususnya bagi para remaja.

Kondisi itu dikeluhkan oleh Tawan (16), salah seorang remaja yang sudah dua bulan lebih tinggal di posko pengungsian itu. Selama di pengungsian itu,ia terpaksa harus tidur berhimpit-himpitan bercampur baur dengan laki-laki dan perempuan dewasa.

Tak ada jarak sedikit pun, hanya satu dua buah tas pakaian ditaruh di sela-sela tempat yang biasanya dia tidur bersama kedua orangtuanya sebagai pembatas. Selembar tikar dan dua helai selimut selalu menemani kala mereka beristirahat.

"Sebenarnya, aku sudah malu tidur dengan kedua orangtuaku di pengungsian apalagi berhimpitan-himpitan dengan lelaki dewasa. Walaupun masih ada hubungan saudara, tapi di sana ada bibi (tante), mama (paman), bengkila (suami tante) serta turangku, ya sudah pasti segan. Tapi apa boleh buat dan mau bagaimana lagi. Kadang-kadang risih juga ketika golek-golek di depan banyak orang. Apalagi kalau waktunya mau mandi, semua harus antre menunggu giliran. Sehingga merasa tidak nyaman tinggal di sini," lirih gadis berkulit sawo matang itu.

BATU KARANG - Sejumlah warga korban erupsi Gunung Sinabung yang berasal dari Desa Gurukinayan yang tinggal di posko pengungsian Jambur Lau Buah Batu

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News