31 Perusahaan Tambang di Sultra Pilih PHK Karyawan

31 Perusahaan Tambang di Sultra Pilih PHK Karyawan
31 Perusahaan Tambang di Sultra Pilih PHK Karyawan. Getty Images

KENDARI - Eksploitasi kekayaan alam di Sultra yang dilakukan 31 perusahaan tambang patut dipertanyakan. Saat diberlakukannya Undang-undang Nomor 4 tahun 2009 tanggal 12 Januari 2014 lalu, ke 31 perusahaan langsung melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada karyawan. Jumlahnya cukup besar yakni  2.177 pekerja.  
    
Parahnya dari 31 perusahaan tambang itu, tiga diantaranya menolak membayar pesangon. Bahkan diantara dua perusahaan yang dimediasi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Sultra enggan menjalankan kesepakatan pesangon dengan karyawan.

Kedua perusahaan itu adalah PT Delta Sarana Sentosa (DSS) sebanyak 58 karyawan dan PT Citra Nurhaskas (CN). Mereka memilih memperkarakan karyawan lewat jalur hukum. Sementara PT Bumi Konawe Abadi (BKA) bersedia membayar tuntutan karyawan sesuai mediasi, namun belum melunasi semuanya.
    
Kepala Bidang (Kabid) Hubungan Industrial dan Pengawasan Dinas Ketenaga Kerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Sultra, Makner Sinaga mengungkapkan langkah PHK ke 31 perusahaan itu sejatinya tak terlalu mengkhawatirkan. Alasanya Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang diterbitkan pemerintah di Sultra sebanyak 520 surat izin. "Hingga akhir Maret, sudah tercatat 1.871 pekerja yang di PHK dan 306 dirumahkan. Semua pekerja yang terkena imbas UU minerba adalah pekerja dari sektor tambang,' jelasnya.
    
Makner merinci tiga perusahaan yang pembayaran pesangan karyawannya melalui proses mediasi yakni 186 karyawan di PT Bumi Konawe Abadi (BKA), 58 pekerja di PT Delta Sarana Sentosa (DSS) serta 43 karyawan di PT Citra Nurhaskas (CN). 'Dari hasil mediasi, PT BKA siap membayar pesangon karyawannya sesuai kesepakatan. Bahkan berdasarkan laporan, sebagaian besarnya sudah tuntas. Namun untuk PT DSS dan PT CN, masih bermasalah. Sebab hasil pertemuan tripatit antara perwakilan perusahaan, karyawan dan Disnakertrans tidak menemui hasil.
    
Hasil kajian pemerintah mengenai jumlah pesangon yang menjadi tanggungjawab perusahaan kata Makner ditolak manajemen perusahaan. Para karyawan katanya akan melakukan gugatan pengadilan hubungan industrial.

"Pastinya, Disnakertrans akan terus mengawal proses ini. Termasuk memberikan data mengenai kajian sebagaimana aturan yang berlaku. Sebab bagaimanapun, masih ada tahapan hukum yang harus dihormati. Jadi untuk sementara waktu pemerintah belum akan menentukan sanksi bagi perusahaan. Namun bila perusahaan masih lalai meskipun putusan hukumnya memenangkan para karyawan, maka Disnakertrans tidak akan segan memberi sanksi,"tegasnya.
    
Sementara itu, Kasi Kelembagaan dan Hubungan Industri Disnakertrans Sultra, Asmah Landu memprediksi, kemungkinan jumlah pekerja yang terkena PHK masih akan bertambah. Namun tak akan signifikan. Sebab masa krisis diberlakukannya UU minerba yang dikuatkan lagi dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM No.1 tahun 2014 sudah berlalu.

Menurutnya, efek pelarangan pengiriman bahan mentah hanya berlansung tiga bulan. Setelah itu, perusahaan sudah membaca kemampuan dan beralih tahapan berikutnya. 'Rata-rata mereka (Perusahaan tambang, red) akan melakukan kerjasama dengan perusahaan yang telah membangun pabrik pengolahan atau membangun pabrik sendiri,' jelasnya.
    
Disisi lain, pemberlakukan UU minerba akan berdampak pemberhentian karyawan namun hanya sesaat. Sebab dalam jangka panjang,  efeknya positifnya akan lebih baik bagi pembangunan industri tambang di Sultra. Sebab bila pabrik-pabrik pengolahan sudah mulai beroperasi, bukan hanya akan membuka lapangan kerja yang jauh lebih besar, namun juga akan memberi nilai tambah bagi daerah. 'Semakin besar nilai investasi yang ditanamkan, maka pertumbuhan ekonomi akan semakin pesat,' tambahnya. (cr6)


KENDARI - Eksploitasi kekayaan alam di Sultra yang dilakukan 31 perusahaan tambang patut dipertanyakan. Saat diberlakukannya Undang-undang Nomor


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News