4 Faktor yang Memengaruhi Industri Ritel
Namun, sekarang berubah ke leisure yang lebih mementingkan kuliner, nonton, baru belanja.
Otomatis ritel dengan format besar 5.000 hingga 6.000 meter persegi harus mengubah bisnis modelnya.
”Karena orang tidak mau lagi datang ke hypermarket, sudah macet, parkir susah, jadi terlalu lama kalau mereka mau muter-muter. Otomatis shifting-nya berubah dari luasan high zone menjadi medium zone yang kecil,” jelasnya.
Ketua APPBI DPD DKI Ellen Hidayat menambahkan, saat ini pusat perbelanjaan masih tetap diminati masyarakat.
’’Kultur masyarakat Indonesia masih suka guyub, berbeda dengan luar negeri. Di sana offline memang rontok karena masyarakatnya lebih individual dengan kesibukannya,” ujarnya.
Selain itu, menurut dia, meski online shop memberikan diskon besar-besaran saat HUT kemerdekaan, dengan datang ke pusat perbelanjaan konsumen akan merasakan pengalaman berbeda.
”Banyak kegiatan digelar. Kuliner, artis, maupun lomba 17 Agustusan juga dilakukan di mal,” terangnya. Hal tersebut diyakini dapat menggaet kunjungan ke pusat perbelanjaan. (vir/c6/oki)
Para pelaku industri ritel melakukan berbagai cara agar bisa membukukan pertumbuhan sebesar sepuluh persen dibandingkan tahun lalu.
Redaktur & Reporter : Ragil
- Aprindo Bongkar Penyebab Harga Beras Naik di Toko Ritel, Ya Ampun!
- Persaingan Makin Kompetitif, LOTTE Usung Konsep Baru Berbelanja
- Bicara di Diskusi Pameran Pangan, Ketua Aprindo Beber 3 Tip Bagi UMKM Naik Kelas
- Talkshow di Pameran Pangan Plus Rakernas PDIP, Ketua Aprindo Berbagi 3 Go agar UMKM Naik Kelas
- Diskusi Ketahanan Pangan di Rakernas IV PDIP: Aprindo Dorong Sensus Ekonomi Klaster UMKM
- Ini Alasan Mendag Yakin Minyak Goreng Tak Akan Langka