4 Pakar Ini Sepakat Pelabelan BPA Galon Guna Ulang Tidak Diperlukan

4 Pakar Ini Sepakat Pelabelan BPA Galon Guna Ulang Tidak Diperlukan
Para pengusaha depot air minum yang tergabung dalam Asdamindo mengaku sangat dirugikan dengan adanya wacana labelisasi galon isi ulang berpotensi mengandung BPA. Foto: Dok Asdamindo

jpnn.com, JAKARTA - Wacana pelabelan Bisfenol A (BPA) yang hanya diterapkan terhadap galon guna ulang yang kini gencar disosialisasikan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dinilai terlalu dipaksakan.

Pakar-pakar lintas universitas dan lintas keilmuan terdiri dari pakar kesehatan, polimer, persaingan usaha, dan kebijakan publik sepakat menyuarakan bahwa kebijakan itu tidak perlu dilakukan. 
 
Hal itu tercetus dalam sebuah diskusi media “Polemik Pelabelan BPA AMDK Galon” yang diselenggarakan Orbit Indonesia di Jakarta, Kamis (1/12). 

Pakar Kesehatan Masyarakat UHAMKA dan Ketua Terpilih Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Dr. Hermawan Saputra yang menjadi salah satu pembicara dalam acara ini mengatakan labelisasi BPA itu menjadi suatu keharusan kalau memang sudah ada evidence based-nya atau ada bukti bahwa air minum dalam kemasan (AMDK) galon guna ulang itu sudah mengganggu aspek kesehatan.

“Kalau belum ada bukti, seharusnya BPOM tidak perlu membuat panik masyarakat dengan adanya kebijakan yang bisa pro bisa kontra, dan bisa jadi akan mengganggu iklim persaingan usaha dan membuat kegamangan masyarakat itu sendiri,” ujarnya.
 
Dia mengatakan para ahli yang membuat kemasan galon guna ulang itu juga pasti sudah sangat memahami soal keamanan kemasan polikarbonat yang berbahan BPA itu, sehingga mereka merekomendasikannya untuk digunakan sebagai kemasan AMDK.

Karenanya, dia meminta agar ketika berbicara mengenai dampak terhadap kesehatan masyarakat, jangan sampai itu dipakai hanya untuk menentukan sikapnya sendiri. 

“Karena, masyarakat itu asimetris informasi, orang yang tidak paham utuh tentang apa yang dikonsumsi tapi mereka membutuhkan sesuatu yang dibutuhkan oleh keseharian yang menjadi bahan pokok,” tukasnya.
 
Dia menegaskan dalam Peraturan Badan POM nomor 20 tahun 2019 tentang Kemasan Pangan, itu sudah diatur mengenai batas maksimal migrasi senyawa tertentu yang terkandung dalam pengemasan kepada substansi atau materi bahan pangannya.

Namun, kalau misalnya selama ini riset itu kurang dan bahkan tidak ada dampak yang serius yang bisa menyebabkan gangguan kesehatan, Hermawan tidak setuju jika hal itu kemudian muncul menjadi persoalan. 

“Kenapa kita harus memunculkan suatu persoalan atau kebijakan baru? Padahal secara evidence, belum ada laporan resmi, belum ada juga riset yang kuat yang mengatakan bahwa memang pada air minum dalam kemasan galon guna ulang ini berkaitan dengan adanya potensi toksisitas,” katanya.

Wacana pelabelan Bisfenol A (BPA) yang hanya diterapkan terhadap galon guna ulang yang kini gencar disosialisasikan BPOM dinilai terlalu dipaksakan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News