Abra Putri Paling Cerdas, Angger Calon Menantu yang Supel

Abra Putri Paling Cerdas, Angger Calon Menantu yang Supel
Calon pasangan pengantin Keraton Jogja, GKR Hayu (kiri) dan KPH Notonegoro menjawab pertanyaan wartawan dalam sesi jumpa pers di Keraton Kilen, kompleks Keraton Jogja, Jumat (11/10). Pernikahan mereka akan berlangsung pada 21-23 Oktober mendatang. Foto : Guntur Aga Tirtana/Radar Jogja

MELEPAS anak menuju biduk rumah tangga selalu menjadi momen sentimental bagi orang tua. Tak terkecuali bagi Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X dan Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas. Dua hari lagi mereka harus merelakan putri mereka, GRAj Nurabra Juwita, yang dipinang sang arjuna, Kudul Angger Pribadi Wibowo alias KPH Notonegoro.
 
HEDITIA DAMANIK, Jogja
 
Sultan HB X tampak terburu-buru menuju mobilnya, Jumat (18/10). Dia langsung meninggalkan kediamannya di Keraton Kilen, kompleks Keraton Jogjakarta, menuju Sedayu, Bantul, untuk menemani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang melakukan kunjungan kerja. Langkah cepatnya itu sempat diusik para pemburu berita yang ingin mengetahui ekspektasi gubernur Daerah Istimewa Jogjakarta tersebut terhadap putrinya.

Para wartawan sebenarnya ingin mengorek lebih banyak tentang harapan Sultan terhadap putri keempatnya yang akan melepas masa lajang. Namun, Sultan terlihat tidak mempunyai waktu untuk menjawab cecaran pertanyaan para wartawan.

"Yang jelas, sebagai orang tua, saya berharap dia (GRAj Nurabra Juwita, Red) berbahagia dalam rumah tangganya nanti," kata Sultan dari dalam mobil dinas Toyota Camry yang ditumpangi.

Ayah lima putri tersebut menuturkan, saat seorang anak sudah menikah, dia bertanggung jawab penuh kepada diri sendiri. Namun, sebagai putri keraton, dia diharapkan tetap aktif dalam kegiatan keluarga, terutama dalam upacara-upacara adat.

"Tapi, kalau tidak bisa, ya tidak masalah. Sebab, jauh...," tambah Sultan.

Sebagaimana diketahui, Keraton Jogjakarta akan menggelar royal wedding kali kelima untuk putri keempat Sultan HB X-GKR Hemas, GRAj Nurabra Juwita alias GKR Hayu, 21-23 Oktober nanti. Putri kelima Sultan, GKR Bendara, menikah lebih dulu pada 2011. Karena itu, mantu terakhir ini diperkirakan lebih heboh daripada sebelum-sebelumnya.

Hal itu, antara lain, terlihat dari ikut sertanya Sultan beserta sang permaisuri, GKR Hemas, dalam arak-arakan kereta kencana yang mengiringi pengantin dari Bangsal Pagelaran sampai kompleks Kepatihan di Jalan Malioboro.
 
Inilah untuk kali pertama Sultan-Hemas ikut dalam iring-iringan kirab kereta kebesaran keraton dalam perayaan pernikahan putrinya. Dalam empat mantu sebelumnya, mereka tidak ikut.
 
Ada 12 kereta yang dikeluarkan dari Museum Kereta Keraton Jogjakarta untuk upacara pernikahan akbar nanti. Antara lain, kereta Kanjeng Kyai Wimanaputra yang akan ditumpangi Sultan-Hemas, Kyai Mondro Juwolo yang dinaiki KGPAA Paku Alam IX, dan Kyai Jong Wiyat yang akan membawa kedua mempelai. Prosesi pernikahan tersebut bakal disiarkan langsung di beberapa videotron yang tersebar di pusat kota agar bisa disaksikan masyarakat luas.
 
Hingga H-3 kemarin, berbagai persiapan dilakukan pihak keraton untuk menyambut hari berbahagia tersebut. Baik di kompleks keraton maupun di kompleks Kepatihan, kantor Sultan HB X sebagai gubernur DIJ. Dua lokasi utama perhelatan pernikahan GKR Hayu-KPH Notonegoro itu bertambah cantik dengan ornamen hiasan warna-warni. Pihak keraton juga membersihkan lingkungan sekitar Alun-Alun Utara hingga Kepatihan di Jalan Malioboro, tempat jalannya kirab royal wedding nanti.
 
Sementara itu, seperti halnya Sultan, GKR Hemas tidak memberikan beban berat kepada sang putri yang akan menjadi ratu sehari itu. Hemas hanya berpesan agar Abra "panggilan kecil GKR Hayu" bisa menjadi manajer yang andal dalam mengatur rumah tangga. Dia menyatakan, ke mana rumah tangga akan dibawa, keputusan ada di tangan perempuan.
 
"Mereka harus saling berbagi, tidak bisa maunya sendiri, dan bisa menyesuaikan dengan kehidupan yang baru," ucap wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI tersebut kemarin.
 
Menurut Hemas, cinta Abra dan Angger "panggilan kecil KPH Notonegoro" sudah teruji waktu. Selama sepuluh tahun keduanya tetap bertahan menjalani hubungan jarak jauh atau long distance relationship (LDR). Meski, saat terpisah jarak yang jauh itu, pasangan tersebut kerap putus-nyambung. Misalnya, waktu Abra bersekolah di Bournemouth University, Inggris, dan Angger bekerja sebagai staf PBB di Thailand, keduanya sempat putus.
 
"Apa yang mereka perbuat sudah dikehendaki jauh sebelumnya dan jadi ikatan cinta yang sejati. Seharusnya tidak mudah ada hal-hal yang memisahkan mereka," ungkap perempuan cantik bernama asli Tatiek Drajad Supriastuti itu.
 
Abra dan Angger, kata Hemas, memiliki sifat yang relatif mirip. Keduanya cukup cuek dan tidak terlalu ingin tahu urusan orang lain. Hal yang sama itu membuat keduanya jadi lebih dekat.
 
Hemas mengaku cukup dekat dengan calon menantunya tersebut. Sebab, calon menantunya itu tidak sungkan-sungkan untuk curhat kepada dirinya. Misalnya, ketika putus dengan Abra, Angger menumpahkan isi hatinya.
 
"Kalau saya tidak dapat Abra, saya tidak akan menikah," ucap Hemas menirukan perkataan Angger saat itu. "Terus terang, saya terkejut mendengarnya," imbuhnya.
 
Menurut Hemas, beberapa tahun lalu Angger sebenarnya hendak melamar Abra. Bahkan, sempat direncanakan upacara pernikahan Abra digelar bersama pernikahan adiknya, GKR Bendara. Namun, saat itu Abra belum mau menikah.
 
"Alasannya, saat itu dia (Abra) ingin melanjutkan sekolah (S-2)," ungkapnya.
 
Meski keduanya dalam masa putus, Angger terkadang masih bercerita kepada Hemas. Misalnya, Angger memutuskan untuk mondok di sebuah pondok pesantren di Kudus ketika cintanya dengan Abra putus.
 
"Saya nggak tahu kenapa. Mungkin calon mertuanya supaya membolehkan (anaknya dipersunting)," ujar Hemas lantas tersenyum.
 
Sementara itu, Abra punya semangat belajar yang tinggi. Hemas mengakui, putri keempatnya itu memang paling cerdas jika dibandingkan saudara-saudaranya yang lain. Abra juga punya cita-cita yang tinggi. Salah satunya, ingin membuat keraton bisa bersinergi dengan perkembangan teknologi modern.
 
"Itu pun sudah dilakukannya. Dia kini menjadi penghageng di Tepas Tondo Yekti yang mengurusi bidang data dan informasi," jelasnya.
 
Hemas mengakui, Abra termasuk pendiam. Tapi, tidak berarti dia tak peduli kepada ibu dan bapaknya. Misalnya, Abra pernah memaksa Hemas untuk check up kesehatan jantung karena melihat ibunya mulai tua.
 
"Ada waktu tertentu dia memperhatikan orang tuanya. Itu yang mengharukan saya," tegas Hemas. (*/c5/ari)


MELEPAS anak menuju biduk rumah tangga selalu menjadi momen sentimental bagi orang tua. Tak terkecuali bagi Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X dan


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News