Abraham Liyanto Usulkan Tunda Pilkada Serentak 2020, Begini Alasannya

Abraham Liyanto Usulkan Tunda Pilkada Serentak 2020, Begini Alasannya
Anggota Komite I DPD RI dari Provinsi NTT, Abraham Paul Liyanto. Foto: Dok. DPD RI

“Pandemi telah berdampak meningkatnya jumlah korban dan kerugian harta benda. Kemudian meluasnya cakupan wilayah yang terkena bencana serta menimbulkan implikasi pada aspek sosial ekonomi yang luas di Indonesia. Maka dalam kondisi seperti ini, Pilkada hendaknya ditunda supaya tidak menimbulkan lebih banyak lagi korban jiwa,” kata Abraham yang merupakan anggota DPD RI dari Propinsi NTT ini.

Ketua Kadin Propinsi NTT ini juga menyebut dana Rp 10 trilun sebaiknya digunakan untuk membangun infrastruktur jaringan komunikasi. Hal itu bisa membantu pelaksanaan Pemilu atau Pilkada lewat sistem E-Rekap atau E-Voting. Kedua model itu bisa melahirkan Pemilu atau Pilkada yang lebih baik dan berkualitas.

“Dana Rp 10 triliun bisa digunakan untuk memperbaiki data jumlah penduduk atau Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang masih kacau. Atau membangun satelit ruang angkasa agar bisa perbaiki sistem dan data Pemilu atau Pilkada kita. Kelemahan besar bangsa selama ini adalah soal data. Dengan menggunakan digitalisasi, kelemahan itu bisa diatasi,” tutur Abarham yang sudah tiga periode menjadi anggota DPD RI ini.

Sebelumnya, Mendagri Tito Karnavian mengemukakan Pilkada 9 Desember 2020 bisa ditunda, tetapi dengan syaratnya jika terjadi lonjakan Covid-19 luar biasa yang sulit dikendalikan. Hal itu pun sudah dinyatakan dalam Perppu tentang Pilkada yang masih membuka peluang untuk ditunda.

"Kita ambil skenario optimistis 9 Desember tapi dalam Perpppu itu membuka peluang. Jika keadaan tidak memungkinkan, katakan kalau korban meningkat, kenaikan luar biasa, masih ada peluang untuk undur ke periode berikut," kata Tito di Jakarta, Kamis (11/6/2020).

Dia menyadari bahwa memang ada risiko dalam pelaksanaan Pilkada tanggal 9 Desember 2020 di tengah pandemi Covid-19. Risiko pertama adalah kesehatan masyarakat dari wabah Covid-19 dan risiko kedua adalah rendahnya partisipasi publik.

Namun dia mengajak masyarakat Indonesia untuk melihat pengalaman negara Korea Selatan (Korsel) yang berhasil melaksanakan Pemilu Legislatif (Pileg) di tengah pandemi Covid-19. Dia optimistis Indonesia bisa belajar dari Korsel untuk menyukseskan Pilkada 9 Desember.

"Kita sekarang sudah mulai memahami cara beradaptasi dengan Covid-19. Kita tunda dari September ke Desember, daripada mengangkat Plt (Pelaksana Tugas, Red) sampai 2020 karena belum ada vaksin. Kalau Plt lama akhirnya pemerintah tidak legitimate,” tutur Tito.(fri/jpnn)

Anggota DPD RI Abraham Liyanto meminta agar tidak memaksakan menggelar pilkada Pilkada 2020 di tengah pandemi covid-19.


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News