Ada Tragedi di Balik Azan Pitu Masjid Agung Sang Cipta Rasa

Ada Tragedi di Balik Azan Pitu Masjid Agung Sang Cipta Rasa
Tujuh orang mengumandangkan azan pitu beberapa waktu lalu. Jubah warna putih menandakan muazinnya berasal dari Keraton Kasepuhan. Foto: OKRI RIYANA/RADAR CIREBON

Guna menangkal racun tersebut, Sunan Gunung Jati menyuruh tujuh santrinya mengumandakan azan secara bersamaan. Dari situlah, azan pitu dikumandangkan saat Salat Jumat sebagai upaya untuk menolak bala.

Azan pitu tak bedanya dengan azan lainnya. Hanya menggunakan satu nada. Tak ada lenggok-lenggok nada.

Pelaksanaan azan pitu sendiri dilakukan saat azan pertama. Sementara untuk azan kedua, hanya dilakukan satu orang.

Setelah azan pertama jemaah melakukan salat sunah, baru mengumandangkan azan kedua. Lalu khatib naik ke mimbar.

Menurut Bajuri, salah satu muazin di Masjid Agung Sang Cipta Rasa, setahun setelah pandemi Covid-19 di masjid ini sudah menyelenggarakan salat berjemaah lima waktu dan jumatan seperti biasa.

Memasuki Ramadan kali ini, diadakan kembali Tarawih, yang pada tahun sebelumnya tidak dapat dilaksanakan karena pandemi.

Aktivitas ibadah berjemaah tersebut dengan menerapkan protokol pencegahan Covid-19 yang dianjurkan pemerintah.

“Sama seperti Tarawih, ada beberapa kegiatan yang kembali dilaksanakan tahun ini, misalnya Salat Tahajud, buka puasa bersama dan Nuzulul Quran. Kegiatan tersebut kembali dilaksanakan mengingat adanya pelonggaran aktivitas terutama bagi umat muslim dalam menjalankan aktivitasnya,” kata Bajuri seperti dikutip dari Zetizen Radar Cirebon. (jerrell)

Pelaksanaan azan pitu sendiri dilakukan saat azan pertama. Sementara untuk azan kedua, hanya dilakukan satu orang


Redaktur & Reporter : Adek

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News