Alarm Resesi Ekonomi Akibat Pandemi Covid-19

Oleh: Edi Setiawan, Dosen FEB Universitas Muhammadiyah Prof DR HAMKA

Alarm Resesi Ekonomi Akibat Pandemi Covid-19
Dosen FEB Universitas Muhammadiyah Prof DR HAMKA, Edi Setiawan. Foto: Dokpri

Kebijakan lain melalui stimulus fiskal mengenai kesehatan, perlindungan sosial, dan upaya menjaga kinerja pelaku usaha akan sedikit mencegah dampak negatif dari perlambatan ekonomi global. Hingga saat ini, pemerintah sudah mengeluarkan sejumlah stimulus fiskal untuk menghadapi krisis dengan penundaan PPh pasal 21.

Lembaga pemeringkat internasional, Moody’s memperkirakan Indonesia akan tertekan ekonominya sama dengan negera-negara G-20. Tingkat pertumbuhan diproyeksi Cuma 4,8 persen dari proyeksi awal 5,0 persen. Sedikit bernapas lega dibandingkan dengan negara China yang rontok dari 6,0 persen menjadi 4,8 persen. Begitu pula Jepang dari 0,7 persen menjadi stagnan nol persen.

Hal yang menarik yang dilakukan pemerintah China dengan melakukan suntikan dana segar sebesar 1,2 triliun yuan ke sistem keuangan negaranya. Kebijakan ini bagian dari suntikan dana dalam satu waktu yang terbesar dalam sejarah China. Langkah ini sebagai obat mujarab menopang likuiditas dalam sistem perbankan dipastikan cukup dan membantu menjaga stabilitas nilai tukar yuan terhadap dollar AS.

Perlu dicontoh langkah ekonomi pemerintah China dengan menyediakan 300 miliar yuan kepada bank-bank di China untuk dipinjamkan dengan bunga relatif rendah. Dana ini sebagai insentif bagi likuiditas perusahaan sebagai pinjaman modal akan keberlangsungan perusahaan.

Pinjaman ini diberikan sebagai pemotong persyaratan cadangan dengan biaya murah kepada perusahaan yang lebih besar sehingga perusahaan semakin berjalan.

Padahal data statistik menunjukan adanya penurunan Januari 2020 sebesar US$3,95 miliar nilai impor nonmigas China. Penurunan ini berkisar US$125,2 juta secara bulanan. Padahal impor nonmigas China terus menyumbang 32,11 persen terhadap perekonomiannya.

Melemahkan ekonomi Indonesia salah satunya berdampak dari China sebagai mitra dagang yang cukup besar. Impor terbesar berupa bahan baku dan barang modal untuk keperluan industri pengolahan mencapai 16,8 persen atau senilai 37,9 miliar dollar AS. Adapun 74 persen impor asal China.

Tak heran bila China mengalami krisis maka Indonesia pun ikut di dalamnya. Ini alarm bagi resesi ekonomi Indonesia sebagai bagian dari pelajaran akan krisis yang menghantam negara-negara Uni Eropa tahun 2008-2009.  Setidaknya, 17 negara memasuki resesi ekonomi yang berkepanjangan.

Pandemi Covid-19 ini diperkirakan akan memangkas pertumbuhan ekonomi hingga di bawah 5 persen. Hal ini akan turut menyeret laju ekonomi ke depan dari sisi pariwisata.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News