Amendemen Konstitusi Jadi Solusi Selamatkan Indonesia

Amendemen Konstitusi Jadi Solusi Selamatkan Indonesia
Ketua Komite I DPD RI Fachrul Razi (kedua kanan) saat menjadi pemateri pada Focus Group Discussion Amendemen ke-5 UUD 1945: Penghapusan Ambang Batas Pencalonan Presiden dan Membuka Peluang Calon Presiden Perseorangan di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak, Rabu (27/10/2021). Foto: Humas DPD RI

Dia mengatakan penguatan DPD RI itu dimaksudkan sebagai penyeimbang. Apalagi, sistem presidensial yang kita anut saat ini, namun dalam praktiknya setengah presidensial, setengah parlementarian.

“Kami mencoba mengembalikan proses demokratisasi sebagaimana sumbernya yakni Pancasila. Begitu juga dengan ekonomi, katanya ekonomi Pancasila tapi praktiknya kapitalistik," papar dia.

Senator asal Lampung Bustami Zainuddin menjelaskan ada dua hal penting yang menjadi sorotan yakni penguatan kelembagaan DPD RI dan ambang batas pencalonan presiden.

Dia menjelaskan penataan kewenangan DPD RI amat dimungkinkan, mengingat individu yang tergabung di dalamnya adalah murni keterwakilan rakyat di daerah.

“Kami ini dipilih langsung oleh masyarakat di daerah. Maka dari itu, penting kiranya kita bicara Amendemen ke-5 Konstitusi sebagai koreksi atas arah perjalanan bangsa,” ujar Bustami.

Pengamat Politik dari FISIP Universitas Tanjungpura Pontianak Dr Jumadi menegaskan jika saat ini merupakan momentum tepat untuk memperkuat posisi kelembagaan DPD RI.

Menurut Jumadi, dari hasil empat kali amendemen yang sudah dilakukan, sistem ketatanegaraan Indonesia lebih mengarah pada sistem parlemen ketimbang presidensial.

“Dalam banyak kasus di negara-negara yang mengombinasi sistem presidensial dengan multipartai, itu pasti menjadi masalah. Kita juga mengalami itu. Lalu apa masalahnya? Masalahnya adalah Presidential Threshold (PT) atau ambang batas pencalonan Presiden," ujar dia.

Ketua Komite I DPD RI Fachrul Razi mengatakan amendemen konstitusi kelima merupakan solusi terhadap penyelamatan Republik ini dari penguatan ketatanegaraan dari bahaya oligarki politik, oligarki ekonomi, dan oligarki hukum.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News