Analisis Pakar Geopolitik asal Jepang soal Konflik RI vs Tiongkok

Analisis Pakar Geopolitik asal Jepang soal Konflik RI vs Tiongkok
Presiden Jokowi saat meninjau KRI Usman Harun 359 dan KRI Karel Satsuit Tubun 356 yang siaga di Pangkalan TNI Angkatan Laut Terpadu Selat Lampa, Natuna, Rabu (8/1). Foto: BPMI Setpres

Rencananya pada Februari 2020, Bakamla dan JCG akan memulai kemitraan di sejumlah bidang, salah satunya penguatan sumber daya manusia.

Kerja sama antara pasukan penjaga pesisir Indonesia dan Jepang dilakukan di tengah upaya klaim sepihak yang dilakukan Tiongkok terhadap perairan Natuna pada akhir bulan tahun lalu.

Setidaknya 50 perahu nelayan Tiongkok yang dikawal kapal penjaga (coastguard) memasuki wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia pertengahan Desember 2019.

Otoritas Indonesia melalui Bakamla dan kapal milik TNI sempat melakukan pengusiran, tetapi perahu nelayan dan kapal penjaga China menolak ke luar dari perairan Indonesia.

Beberapa hari setelah insiden itu, Pemerintah Indonesia melayangkan nota protes terhadap Pemerintah Tiongkok.

"Indonesia tidak memiliki overlapping jurisdiction (tumpang tindih yurisdiksi, red) dengan China. Indonesia tidak akan pernah mengakui nine dash-line China karena penarikan garis tersebut bertentangan dengan UNCLOS sebagaimana diputuskan melalui Ruling Tribunal UNCLOS tahun 2016," demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri RI beberapa hari setelah insiden tersebut.

Perkembangan terbaru, TNI menegaskan kapal dan perahu nelayan China telah ke luar dari perairan Indonesia pada Minggu (12/1).

Hal itu dikatakan Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan I Laksda TNI Yudo Margono usai menerima hasil patroli udara di Natuna, Kepulauan Riau. (antara/jpnn)

Pemerintah Tiongkok kemungkinan akan mengerahkan ratusan nelayan ke perairan Natuna, Provinsi Kepri.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News