Ansy Lema: RUU Provinsi NTT Harus Berorientasi pada Pengentasan Kemiskinan

Ansy Lema: RUU Provinsi NTT Harus Berorientasi pada Pengentasan Kemiskinan
Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Yohanis Fransiskus Lema atau Ansy Lema (kanan). Foto: Humas DPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Regulasi yang saat ini memberikan landasan pembentukan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), yaitu Undang-Undang (UU) Nomor 64 Tahun 1958 sudah tidak lagi relevan. NTT harus memiliki UU yang sesuai dengan identitas, ciri dan karakteristik NTT dan mengarah pada pengentasan kemiskinan, serta memperjuangkan kesejahteraan dan keadilan masyarakat.

Hal ini diungkapkan Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Yohanis Fransiskus Lema atau Ansy Lema dalam keterangan persnya, Senin (9/11/2020).

“Saya menyambut baik rencana RUU Provinsi NTT. NTT harus memiliki UU tersendiri yang berisikan arah pembangunan ke depan, berdasarkan pada ciri, identitas atau karakteristik lokal NTT,” ujar Ansy pada Jumat kemarin (6/11) dalam Focused Group Discussion (FGD) yang dilakukan oleh Badan Keahlian DPR RI, dalam rangka mencari masukan penyiapan konsep awal naskah akademik dan draf RUU tentang Provinsi NTT.

Ansy menjelaskan, realitas NTT adalah provinsi kepulauan dengan jumlah pulau mencapai 1.192 dan didominasi oleh pertanian lahan kering serta merupakan beranda depan negeri karena berbatasan dengan negara tetangga Timor Leste dan Australia.

Realitas lainnya, sekaligus yang mendasar adalah NTT memiliki wajah kemiskinan. Berdasarkan data BPS Maret 2020, persentase kemiskinan NTT sebesr 20,90%, jauh berada di atas persentase kemiskinan nasional yang tercatat 9,78%. NTT menduduki provinsi termiskin ketiga di Indonesia dan hanya lebih baik dari Papua dan Papua Barat.

Lebih lanjut, Anggota Dewan dari Dapil NTT II ini menjabarkan, ekonomi NTT ditopang oleh sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan. Melihat data BPS 2019, distribusi terbesar ekonomi NTT ada pada sektor ini, yakni sebesar 28,00%.

Ketika dibedah secara detil, tiga sektor yang memberikan kontribusi terbesar pada sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan NTT sebesar 28,00% tersebut adalah peternakan (33,79%), tanaman pangan (29,09%), dan perikanan (19,07%).

“Artinya, slogan Nelayan, Tani, Ternak (NTT) yang selama ini saya serukan harus menjadi arah pembangunan ke depan, karena sesuai dengan karakteristik/ciri perekonomian NTT. Kemiskinan yang terjadi di NTT adalah kemiskinan para nelayan, petani, dan peternak,” kata Ansy.

NTT harus memiliki UU yang sesuai dengan identitas, ciri dan karakteristik NTT dan mengarah pada pengentasan kemiskinan, serta memperjuangkan kesejahteraan dan keadilan masyarakat.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News