Antisipasi Radikalisme, Kebijakan Pilkada Harus Fleksibel
Contohnya, calon kepala daerah yang berstatus tersangka tidak perlu dilarang dalam kontestasi pilkada sampai ada keputusan hukum yang tetap.
Kecuali seseorang ditahan karena pembunuhan, makar, terorisme, pemerkosaan, dan narkotika.
Hal itu penting untuk menghindari terjadinya politisasi antarkontestan yang saling menghancurkan melalui hukum pidana.
“Bila itu terjadi, maka kemungkinan ‘perang’ antarpendukung akan sulit dihindari. Otomatis radikalisme pasti akan mengekor kejadian-kejadian tersebut. Makanya, semua harus diantisipasi dengan strategi-strategi yang berpihak pada perdamaian,” imbuh Suhardi.
Suhardi mengungkapkan, pilkada serentak merupakan political will dari suatu negara sebagai perwujudan dari demokrasi.
“Pengalaman pada pilkada DKI Jakarta lalu harus dijadikan pegangan dalam menjaga kedamaian dan keutuhan NKRI. Apalagi, pilkada serentak ini lingkupnya sangat besar dibandingkan dengan DKI Jakarta,” pungkas Suhardi. (jos/jpnn)
Pakar hukum Suhardi Somomoeljono mengatakan, mewujudkan Indonesia tanpa radikalisme dan terorisme pada 2018 memerlukan usaha keras.
Redaktur & Reporter : Ragil
- Paslon Cecep - Asep Memenangi PSU Pilkada Kabupaten Tasikmalaya
- BNPT Sebut FKPT Jadi Garda Depan Pencegahan Terorisme di Daerah
- SCL Taktika Paparkan Hasil Quick Count Aulia-Rendi
- Kantor KPU Buru Sengaja Dibakar, Motif Pelaku Tak Disangka
- 9 Daerah Siap Gelar PSU Pilkada, Ini Pesan dan Harapan Wamendagri Ribka
- Tim Deradikalisasi BNPT Berkomitmen Layani Warga Binaan Terorisme Secara Humanis