Aset BUMN Tak Cukup Tutupi Utang, Pengamat: Ini Tanda Bahaya Serius

“Aset terbaik kita seperti Danantara saja belum tentu cukup untuk membayar seluruh utang luar negeri yang sudah mencapai Rp 8.325 triliun (USD 500 miliar). Ini mengkhawatirkan. Kalau aset andalan negara tidak bisa menutup utang, artinya kita harus hati-hati banget,” ujarnya.
Lebih lanjut, Hardjuno mengkritik pendekatan pemerintah yang selama ini terkesan membiarkan utang menumpuk tanpa ada strategi pelunasan yang jelas.
Padahal, utang itu harus dibayar.
“Kalau kita tidak bisa bayar, artinya memang tidak mampu. Maka harus ada jalan keluar. Ini tidak bisa terus-menerus dibiarkan seperti sekarang,” tegasnya.
Hardjuno mempertanyakan akuntabilitas fiskal di tengah sistem pemerintahan yang selalu berganti, tetapi mewariskan beban yang sama dari tahun ke tahun.
“Kalau semua menteri berganti, siapa yang bertanggung jawab atas semua ini? Masalah utang ini sudah jelas-jelas bermula dari Obligasi Rekap BLBI yang terus diabaikan. Itu akar persoalannya,” ungkapnya.
Meski demikian, Hardjuno mengapresiasi langkah Presiden Prabowo Subianto yang baru-baru ini memangkas anggaran negara.
Keberanian Prabowo ini sesuatu yang belum pernah terjadi di era pemerintahan sebelumnya.
Pengamat Hukum dan Pembangunan Hardjuno Wiwoho menegaskan anjloknya mata uang rupiah ini mengingatkan publik pada krisis moneter 1998.
- Kementerian BUMN Dorong Penguatan Komunikasi Digital Berbasis AI dan Praktik Lapangan
- Selamat, Direktur Pegadaian Raih Penghargaan Women’s Inspiration Awards 2025
- Melalui Optimasi AI, BNI Perkuat Komunikasi Digital BUMN
- Catatan Hati Perempuan Malam Ini Angkat Kisah Anak Bayar Utang Ayah dengan Pernikahan
- Rapat Bareng Menhan, Legislator Ungkit Utang Triliunan TNI AL
- Jakarta Beat Society 2025 Sedot Animo Ribuan Pengunjung