Aturan Baru: Anak Korban Kejahatan Bisa Tuntut Ganti Rugi

Aturan Baru: Anak Korban Kejahatan Bisa Tuntut Ganti Rugi
Ilustrasi Foto: pixabay

Dari situ, hakim yang akan memutuskan langkah yang akan diambil kepada pelaku. Apakah berbentuk tambahan hukuman, sita aset, atau putusan lainnya.

Sanksi bagi pelaku yang tidak membayar restitusi memang tidak diatur dalam PP, mengingat jenis regulasi PP memang tidak didesain untuk memberikan sanksi.

’’PP ini sebenarnya bagian dari materi RUU yang akan kami ajukan. Nanti sanksi lebih lanjut bisa diatur di Undang-Undang,’’ tuur Hasan.

Secara khusus, pelibatan LPSK bertujuan agar pengajuan restitusi benar-benar wajar. Tidak sampai terlampau tinggi.

Apalagi, yang paling sulit adalah menghitung keruian immateriil. Dalam PP tersebut, tutur hasan, juga diatur bahwa korban atau keluarganya bisa mengajukan restitusi melalui LPSK, tidak harus melalui penyidik.

Hanya saja, penyidik memang berkewajiban menyampaikan bahwa kejahatan yang dialami korban berpeluang mendapatkan restitusi.

Pengajuan juga tidak harus dilakukan sebelum putusan pengadilan. Setelahpengadilan memutus perkara pidana tersebut, pengajuan tetap bisa dilakukan.

’’Keluarga korban bisa mengajukannya secara perdata,’’ jelasnya. Pengajuan tetap dilakukan melalui LPSK.

Berdasarkan PP Nomor 43 Tahun 2017, anak yang menjadi korban kejahatan bisa mengajukan tuntutan ganti rugi materiil dan immateriil.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News