Australia Menemukan Inovasi Perawatan Luka Bakar Setelah Tragedi Bom Bali
Dua puluh tahun setelah bom Bali, Ronnie Taylor, seorang perawat di kota Darwin, Australia masih ingat permintaan yang paling banyak diajukan para korban selamat di rumah sakit Bali saat itu.
"Bisakah kamu menelepon ibuku? Bisakah kamu menelepon ayahku?"
Ronnie mengatakan mereka bisa mulai lega, setelah sebelumnya terkejut dan menyadari apa yang dialaminya, tiba-tiba bisa melewatinya.
Sesaat setelah jam 11 malam, tiga bom bunuh diri meledak di Bali, dua di klab malam kawasan Kuta dan satu di depan kantor konsulat Amerika Serikat.
Serangan teror menewaskan 202 orang, 88 orang di antaranya adalah warga Australia sehingga tim medis Australia ikut diterjunkan.
"Kita tahu para korban punya kesempatan untuk bisa diselamatkan," kata Ronnie, yang juga mengatakan Darwin jadi kota terdekat Australia untuk mengirimkan para korban.
Tindakan heroik para dokter dan perawat
Ketika berita teror bom Bali menyebar ke Australia, para dokter dan perawat di Royal Darwin Hospital langsung bersiap untuk menerima kedatangan para pasien.
Hanya berjarak 2 setengah jam dari Bali, saat itu rumah sakit ini memiliki 15 tempat tidur di unit perawatan intensif.
Serangkaian bom yang meledak di Bali telah mengubah Australia untuk menanggapi situasi darurat, terutama dalam perawatan luka bakar
- Banyak Pekerja Start-Up yang Belum Tahu Haknya Sebagai Buruh
- Dunia Hari Ini: Ratusan Ribu Buruh Indonesia Turun ke Jalan Rayakan May Day
- Dunia Hari Ini: Aktivitas Gunung Ruang Kembali Meningkat
- Dunia Hari Ini: Tornado Tewaskan 4 Orang di Oklahoma
- Dick Tamimi: Sosok di Balik Band Dara Puspita yang Pernah Dituduh Menyelundupkan Emas
- Ini Motif Bule Australia Menganiaya Sopir Taksi di Bali