Australia Pelajari Industri Budidaya Rumput Laut di Sulawesi Selatan karena Dinilai Lebih Maju

Scott Spillias, mahasiswa University of Queensland yang meneliti rumput laut, menjelaskan perluasan budidaya rumput laut dapat membantu mengurangi permintaan hasil pertanian darat.
Bersama timnya, Scott menemukan budidaya rumput laut dapat mengurangi emisi gas rumah kaca dari pertanian global hingga 2,6 miliar ton setara CO2 per tahun.
"Sama seperti kita mengolah jagung atau kedelai, kita juga bisa mengolah rumput laut untuk mengekstraksi nutrisi atau protein tertentu, misalnya untuk pakan ternak," jelasnya.
"Kita juga bisa menggunakannya untuk menghasilkan biofuel seperti etanol atau biodiesel," kata Scott.
Potensi lahan budidaya sangat besar
Rumput laut adalah tanaman bernilai rendah dengan potensi bernilai tinggi, yang membuat para ilmuwan bersemangat mengembangkan budidayanya.
"Analisis yang kami lakukan menunjukkan bahwa sekitar 650 juta hektar lautan cocok untuk budidaya rumput laut. Itu sama dengan 2 persen dari luas lautan secara keseluruhan," jelas Scott.
Di Australia, banyak spesies rumput laut asli, tapi bedanya dengan tanaman darat seperti gandum, rumput laut tidak mendapat banyak perhatian selama ini.
Sementara di Indonesia, budidaya rumput laut telah memberikan sumber pendapatan yang beragam bagi masyarakat, khususnya industri budidaya petani.
Industri rumput laut di Sulawesi Selatan menarik perhatian peneliti Australia karena dinilai lebih maju dan juga diharapkan bisa dijadikan contoh untuk pengembangannya di Australia
- Apa Arti Kemenangan Partai Buruh di Pemilu Australia Bagi Diaspora Indonesia?
- Dunia Hari Ini: Presiden Prabowo Ucapkan Selamat Atas Terpilihnya Lagi Anthony Albanese
- Partai Buruh Menang Pemilu Australia, Anthony Albanese Tetap Jadi PM
- Korea Selatan dan Australia Ramaikan Semarang Night Carnival 2025
- Dunia Hari Ini: Israel Berlakukan Keadaan Darurat Akibat Kebakaran Hutan
- Dunia Hari Ini: Amerika Serikat Sepakat untuk Membangun Kembali Ukraina