Awasi Potensi Kecurangan Pilpres

Logisitik di Yahukimo Belum Sampai Distrik

Awasi Potensi Kecurangan Pilpres
Awasi Potensi Kecurangan Pilpres

jpnn.com - JAKARTA - Pemilu presiden (Pilpres) yang digelar hari ini (9/7) diprediksi masih rawan kecurangan dan masalah. Karena itu Komisi Pemilihan Umum (KPU) meminta agar KPU kabupaten dan kota, serta masyarakat untuk bisa mengawasi pilpres.

 

Ada tiga kerawanan yang diprediksi bisa terjadi. Diantaranya, memaksakan hak pilih, surat undangan mencoblos yang digunakan orang yang bukan seharusnya, dan pemilih yang menggunakan hak pilihnya dua kali.
       
Komisioner KPU Sigit Pamungkas menuturkan, memang ada berbagai modus yang bisa terjadi, dari yang skalanya biasa hingga yang cukup berat. Pertama, pemilih yang mencoba memaksakan untuk mencoblos di tempat pemungutan suara (TPS) yang tidak sesuai.
       
Padahal, pemilih itu tidak terdaftar dalam daftar pemilh tetap (DPT) di TPS tersebut. "Semua orang memang memiliki hak pilih, tapi tempatnya diatur. Jadi, jangan seenaknya mencoblos di mana saja," ujarnya.
       
Jika, kejadian semacam itu terjadi, maka kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) harus melarang atau menolaknya. "Hal ini penting untuk melindungi hak pilih pemilih yang masuk DPT di TPS itu," tuturnya.
       
Lalu, masalah genting lain yang bisa terjadi, seperti surat undangan mencoblos yang dipakai orang yang bukan seharusnya. Peluang menyalahgunakan surat undangan ini terbuka. Bisa jadi, masalah ini muncul dari surat undangan yang belum sempat tersebar dan akhirnya dimanfaatkan orang tidak bertanggungjawab. "Ini lebih getting lagi, dari sebelumnya," paparnya.
       
Untuk modus surat undangan ini, maka KPPS harus mengecek dengan teliti setiap undangan yang ada. Selain kesesuaian identitas antara surat dengan pemegang surat undangan, juga keaslian surat undangan perlu diteliti. "KPPS harus melihat itu tandatangan asli KPPS atau bukan," jelasnya.
       
Terakhir, lanjut dia, pemilih yang menggunakan hak pilihnya dua kali. Kemungkinan ini masih bisa terjadi, KPPS dan masyarakat bisa mengecek melalui tinta dijari. "Masyarakat bisa ikut mengawasi proses pemilu ini," tuturnya.
       
Selain masalah di TPS, manupulasi suara dalam proses rekapitulasi berjenjang juga bisa terjadi. Salah satu proses rekapitulasi yang paling rawan itu ada saat rekap berjenjang dari panitia pemungutan suara (PPS) tingkat kelurahan ke panitia pemilihan kecamatan (PPK) tingkat kecamatan.

"Walau sebenarnya, tingkat kerumitan mengawasinya lebih rendah dari pada pileg, karena hanya dua pasangan," ujarnya.
       
Apalagi, KPU hanya mengandalkan pengawasan manipulasi pada rekapitulasi suara di tahap PPS ke PPK melalui laporan panitia pengawas pemilu (Panwaslu). Karena itu, akan jauh lebih baik jika para saksi dan masyarakat umum iktu mengawasinya. "Awasi proses ini, tentu akan membuat kualitas pilpres lebih baik," tegasnya.
       
Jika memang ada laporan dugaan kecurangan pada tahap rekapitulasi PPS ke PPK, maka akan dilakukan klarifikasi dengan menghitung ulang proses yang ada dibawahnya. "Yang tingkat desa dihitung lagi, ini cara mengantisipasinya," paparnya ditemui di lantai 2 Kantor KPU kemarin.
       
Yang juga penting, untuk peserta pemilu adalah segera melaporkan jika memang menemukan adanya masalah atau kecurangan. Jangan sampai mempersoalkan kecurangan dibelakang hari, sehingga berpotensi menimbulkan masalah lain. "Temukan masalah, laporkan saat itu juga," jelasnya.
       
Sama sepeti pemilu legislatif (Pileg), dalam pilpres ini KPU juga melarang setiap pemilih untuk membawa kamera atau alat untuk mendokumentasikan pencoblosan. Larangan tersebut ditujukan mengantisipasi adanya praktek transaksional untuk pilpres atau politik uang.

"Biasanya ini didokumentasikan untuk bukti agar bisa mendapat bayaran, karena itu KPPS harus melarang pembawaan kamera dan pemilih harus ikut menjaganya," tuturnya.
       
Sementara itu Ketua KPU Husni Kamil Manik irit bicara terkait distribusi logistik pada hari -1 kemarin. Ditemui di kantor KPU, Husni hanya mengatakan jika pada intinya distribusi logistic baik-baik saja. "Baik semua," ujarnya sembari masuk ke ruang kerjanya.
       
Soal logistik, Sigit menambahkan bahwa posisi logistik telah didistribuikan, saat ini kemungkinan telah sampai ke tingkat PPS dan ada yang telah sampai ke TPS. "Semuanya sudah sampai kok," terangnya.
       
Saat ditanya soal kemungkinan logistic surat suara belum sampai ke TPS, dia menjelaskan hingga saat ini belum ada laporan masalah hambatan distribusi logistik. Karena itu, pihaknya tidak ingin berandai-andai jika logistic surat suara belum sampai. "Tidak ada laporan," ujarnya.
       
Lalu, apakah KPU memiliki plan B jika terjadi distribusi logistic yang belum sampai, dia mengatakan bahwa tidak ada hal semcam itu. Yang jelas, semua logistik masih sesuai jadwal  dan diharapkan pada hari ini, pilpres berjalan lancar. "Saya yakin semua akan lancar," terangnya.
       
Walau begitu, memang masih ada sedikit masalah distribusi logistik yang ada di Kabupaten Yahukimo, Papua. Sebenarnya, distribusi logistik telah sampai ke kabupaten itu, tapi sepertinya belum bisa tersebar di distrik-distrik atau daerah setingkat kecamatan yang ada di kabupaten tersebut. "Belum sampai ke distrik-distrik karena masalah yang komplek," ujarnya.
       
Jadi, masalahnya itu banyak, bisa karena kendaraan, bahan bakar minyak, sopir, dan yang paling menghambat itu cuaca ekstrim. Dia mengatakan, secara umum masalah utamanya itu cuaca yang tidak bersahabat dan masalah keamanan.

"Salah satunya, ada yang tidak ingin pesawat TNI terbang di atas suatu wilayah. Semacam inilah yang sulit," terangnya.
       
Jika, memang ada daerah yang terpaksa belum bisa mencoblos pada 9 Juli karena hal semacam itu, KPU merasa itu adalah pilihan yang tak terhindarkan. Yang paling utama, penyelenggara pemilu berusaha agar pilpres digelar serentak di Indonesia. "Kami berupaya keras agar serentak," janjinya.
       
Sementara itu Wakil Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Nasrullah menjelaskan, pihaknya telah menurunkan relawan-relawan untuk mengawasi daerah-daerah yang dianggap rawan kecurangan. Khususnya, daerah yang terjadi kecurangan pada pilpeg yang lalu. "Pileg itu ada daerah yang terdeteksi ada kecurangan, kali ini kami awasi," paparnya.
       
Soal dimana saja daerah rawan tersebut, dia mengatakan bahwa pihaknya tidak bisa menyebutkannya. "Daerahnya tidak usah disebut, yang penting kami mengawasinya," paparnya ditemui di Media Center Bawaslu kemarin. (idr)

Prediksi Kecurangan Yang Potensial Terjadi
- Pemaksaan hak pilih atau memilih di TPS yang domisili
- Surat undangan pencoblosan digunakan orang yang tidak berhak
- Pemilih menggunakan hak pilihnya dua kali

Antisipasi
- KPPS harus menolak pemilih yang memilih di TPS yang bukan tempatnya
- KPPS mengecek dengan teliti surat undangan pencoblosan, identitas dan keaslian.
- Teliti jari pemilih, untuk melihat adanya bekas tinta atau diartikan telah mencoblos

JAKARTA - Pemilu presiden (Pilpres) yang digelar hari ini (9/7) diprediksi masih rawan kecurangan dan masalah. Karena itu Komisi Pemilihan Umum (KPU)

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News