Begini Aktivitas Eks Gafatar di Kapuas Hulu

Begini Aktivitas Eks Gafatar di Kapuas Hulu
ilustrasi

Igit mengaku sudah ada memegang kartu  BPJS. menurutnya, kalau tidak ada kertu BPJS akan repot.“Kami bisa mengurus BPJS, karena kami membawa surat pindah dari jawa kesini dan kami juga lapor pak RT sini," ucapnya.

Igit mengaku kedatangannya bersama rombongan ke Kalbar menggunakan kapal laut dan pesawat, kemudian menuju Kapuas Hulu menggunakan kendaraan darat. "Kami ada yang pakai kapal laut, dan pesawat. Disini sekitar lima KK lagi,”. Dengan dealek sunda, Igit mengaku tidak tertarik dengan untuk masuk organisasi atau kelompok, karena tujuan merantau bukan berkelompok tatpi menjacri uang.

Sebelumnya, Igit dan empat kepala keluarga lainnya membayar kontrakan sistem tahunan, setahun rumah kontrak yang ditempati Igit dibayar Rp6 juta per tahun. Namun sekarang kata Igit dibayar perbulan sebesar Rp 600 ribu. "Kami mah patungan bayarnya. Satu rumah ada yang dua KK, karena ada dua kamar. Jadi agak ringan bayarnya.Kalau bayar sendiri satu rumah tak kuat duitnya," katanya. 

Ia mengaku, dari hasil berkebun dan berjualan kue yang dilakukan ibu-ibu cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. "Usahanya lumayan, lagi dirintis, secara bertahap. Masyarakat disini baik, tapi kalau masyarakat tergantung kita.Disini ramah-ramah, kalau habis panenan kami juga bagi-bagi hasil kebun pada masyarakat dan masyarakat menyambut baik keberadan kami disini," katanya. 

Salah seorang warga Kedamin Hulu yang akrab disapa Pak Ani yang saya temui di kebun miliknya di Jalan Baung membenarkan sekelompok pendatang dari Jawa tempati tiga unit rumah kontrakan, persis tepi jalan menuju daerah Pantai Baung. "Udah lebih setahun. Disini mereka berkebun di tanah seberang sungai Kapuas, tanah yang mereka kelola milik warga tionghoa di Putussibau,” ungkap Ani.

Ani mengaku tidak tahu bagaimana sistem pengelolaan tanah tersebut antara pemilik dengan mereka, apakah sewa atau sistem lainnya. Menurut pria 65 tahun itu, keberadaan warga tersebut memang sedikit berbeda, karena tidak terlihat keinginan membaur dengan warga disekitar."Saya pernah tawarkan kalau ketemu, supaya main kerumah karena kita mau tukar pengalaman,” katanya.

Karena memang tradisi masyarakat Kapuas Hulu kalau ada yang baru datang, ditawarin main-main kerumah. Lelaki yang miliki kebun pisang dan kandang sapi ini mengatakan, sungai Dat yang tak jauh dari tempat usahanya itu sering menjadi tempat warga tersebut mandi kala musim kemarau."Kalau musim kemarau ada sungai yang ndak jauh dari kandang sapi saya mereka mandi situ,” ungkap Ani.

Ani mengatakan, sekelompok warga tersebut terlihat giat bekerja, seperti turun ke kebun subuh dan pulang ke kontrakan ketika hampir gelap."Malam kami jarang melihat mereka keluar, rumah mereka selalu tutup, paling kalau pagi jualan roti yang ibu-ibu, kemudian laki-laki turun ke kebun, pulangnya sudah mau malam," cerita Ani. Ada satu keluarga yang sedikit berbeda dengan warga yang lainnya. (aan/dkk/jpnn)


PUTUSSIBAU — Menemui sekelompok orang yang di duga terlibat organisasi Gafatar (Gerakan Fajar Nusantara) di daerah Kapuas Hulu tidak sulit.


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News