Benarkah Pembatasan Sosial Jadi Pilihan Terbaik?

Benarkah Pembatasan Sosial Jadi Pilihan Terbaik?
Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Letjen Doni Monardo. Foto: Humas BNPB

“Saya harapkan tiap daerah yang mengusulkan punya konsep dan program. Karena kalau tidak, nanti khawatir bisa jalan tidak terkendali,” katanya. “Saya harap koordinasi pusat dan daerah berjalan lebih baik sehingga seluruh daerah, tidak ada daerah terganggu. Arus logistik tetap lancar, arus transportasi tetap ada tetapi dibatasi.”

Doni menegaskan bahwa pembatasan sosial bukanlah larangan. Namun, kata dia, ketika ada masyarakat yang diingatkan, tetapi tidak menerima atau melanggar peringatan, maka polisi bisa melakukan langkah hukum lebih lanjut. “Mereka melawan aparat kepolisian, tentu melawan aparat negara, dan ini bisa dikenai sanksi pidana,” ungkap jebolan Akademi Militer (Akmil) 1985 ini.

Lebih jauh Doni menyatakan bahwa saat ini pemerintah tengah mempersiapkan protokol tentang transporasi umum, termasuk bus, kereta api, kapal laut, pesawat terbang, hingga kendaraan pribadi, maupun tentang supermarket, restoran, kafe dan lainnya tengah disusun. “Mudah-mudahan dalam waktu dekat, tidak lama, bisa rampung,” ujarnya.

Menurut Doni, ini memang tidak mudah karena ternyata hampir semua negara besar rebutan. Dalam hal ini rebutan masker, APD, rapid test, dan lainnya. Karena, kata dia, ternyata barang-barang yang selama ini dianggap dimiliki oleh negara maju, ternyata mereka juga tidak memilikinya. “Seperti APD, ternyata paling banyak diproduksi di negara kita. Alhamdulillah, nanti kami laporkan bahwa kita sudah bisa ke depan memproduksi APB dengan baha baku lokal berdasar sertifikat WHO,” ujar Doni. (boy/jpnn)

Kepala BNPB Letnan Jenderal (Letjen) Doni Monardo mengatakan Presiden Joko Widodo baru saja memutuskan tidak mengambil kebijakan karantina wilayah, tetapi pembatasan sosial berskala besar (PSBB).


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News