Bentrok di Deliserdang, KPA Tak Kaget

Bentrok di Deliserdang, KPA Tak Kaget
Bentrok di Deliserdang, KPA Tak Kaget
Lebih lanjut Iwan mensinyalir, banyak areal perkebunan Negara di Sumut tidak sesuai antara areal HGU-nya dengan luas lahan yang ada di lapangan. Di sertifikat HGU misalnya hanya 2000, kebun bisa 3000 hektar. "Ini tidak semata-mata merugikan Negara dalam hal pajak, namun juga soal korupsi di dalam perkebunan," ucapnya. Karenanya, dia meminta PTPN II untuk membuka sertifikat HGU-nya, sehingga bisa diketahui apakah lahan yang disengketakan itu benar-benar masuk area yang ada di HGU.

Dia menduga, ketidaktransparannya PTPN II membuka berapa area di HGU yang sebenarnya, mendapat back up dari pemda maupun politisi setempat. "Keadaan ini banyak didiamkan karena perkebunan Negara adalah sapi perah bagi pejabat Negara, aparat hukum hingga partai politik," cetus Iwan. Disebutkan pula, banyak tukar guling areal eks perkebunan untuk menjadi areal komersil non perkebunan, juga tidak melalui proses hukum yang benar.

"Untuk menghentikan hal tersebut, harus dilakukan audit atas HGU-HGU di perkebunan Negara maupun swasta," ujarnya. Yang lebih penting lagi, dokumen HGU harus dapat diakses oleh publik, karena pada dasarnya HGU adalah tanah Negara yang disewakan kepada perusahaan. Oleh sebab itu, Komisi Nasional Informasi Publik kedepan harus menyatakan bahwa dokumen HGU adalah dokumen publik.

Iwan juga membeberkan sejarah sengketa perkebunan di Sumut dengan BPRPI. Dalam sejarahnya, tanah-tanah perkebunan Negara di Sumut berasal dari tanah-tanah konsesi dengan pihak kesultanan yang disewa oleh perusahaan belanda pada masa penjajahan. Kebun-kebun tersebut banyak ditanami dengan tembakau deli yang sangat terkenal di dunia.

JAKARTA -- Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) tidak kaget mendengar bentrok antara warga dengan pihak PTPN II di kebun Bandar Klippa, Percut Sei

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News