Berdamai dengan Covid-19, Ansy Lema DPR: Bukan Berarti Negara Gagal

Berdamai dengan Covid-19, Ansy Lema DPR: Bukan Berarti Negara Gagal
Anggota DPR RI Yohanis Fransiskus Lema atau Ansy Lema. Foto: Humas DPR RI

Tujuannya agar aktivitas kehidupan/ekonomi kembali berjalan, namun tetap konsisten menjalankan protokol kesehatan secara superketat. Virus itu sulit untuk dihilangkan. Tinggal kita sebagai manusia menalar menggunakan logika untuk menyesuaikan diri, untuk "bersamai".

“Jadi bukan berarti negara tidak memperhatikan kesehatan, kalah atau menyerah. Perang melawan Covid-19 tidak lagi "dari dalam rumah", tetapi “dari luar rumah”. Yang sakit diobati, yang sehat bisa beraktivitas seperti biasa. Keluar rumah, melanjutkan aktivitas kerja, sambal konsisten menjalankan protokol kesehatan,” ujar politikus muda PDI Perjuangan yang akrab dipanggil Ansy Lema tersebut di Jakarta, (21/5/2020).

Menurut Ansy, pandemi Covid-19 tidak hanya menyerang kesehatan manusia, tetapi mengancam seluruh dimensi kehidupan manusia, termasuk ekonomi rumah tangga, masyarakat dan negara. Pekerja informal sebanyak 70,49 juta (56 persen) paling terdampak karena Pandemi Covid-19 sebagai akibat terbatasnya mobilitas usaha dan ekonomi mereka.

Kelompok pekerja sektor ini kini banyak yang tidak bekerja, sehingga tidak memiliki penghasilan. Saat kali pertama Covid-19 mengancam, respons negara dan masyarakat adalah melakukan berbagai pembatasan aktivitas masyarakat, baik berupa pembatasan sosial, karantina mandiri, physical distancing, social distancing, Work from Home (WFH) dan sebagainya.

Berbagai tindakan pembatasan ini betujuan menyelamatkan nyawa manusia dari ancaman Covid-19. Namun, tindakan WFH, misalnya, tidak bisa terus dilakukan oleh semua orang karena pandemi tidak hanya mengancam kesehatan, tapi juga melumpuhkan aktivitas ekonomi.

Kesehatan harus dijaga dan dicegah dari virus Corona, ekonomi harus juga diselamatkan. Keduanya harus berjalan secara paralel. Jembatan untuk menghubungkan keduanya adalah "berdamai" dengan Corona, melakukan penyesuaian dan adaptasi cepat dalam kehidupan.

“Juga dari 56 juta para pekerja formal (44 persen), khusus di sektor industri dan manufaktur kini terancam. Banyak yang sudah di-PHK, karena tidak ada produksi dan mobilitas distribusi terancam. Menurut Kemenaker, jumlah pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan dirumahkan di tengah pandemi Covid-19 sejauh ini bisa mencapai 2,9 juta orang. Angka ini kemungkinan akan bertambah jika aktivitas kerja manusia tidak digerakkan,” beber Ansy.

Dunia seakan berhenti berputar di tengah pandemik korona. Negara-negara terkunci, manusia mengurung diri dan menjadi paranoid dengan segala sesuatu, termasuk dengan sesama.

Berdamai dengan Covid-19 semestinya dimaknai sebagai perubahan fundamental dalam mind-set maupun perilaku aktivitas sehari-hari agar terhindar dari ancaman mematikan corona.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News